EKBIS.CO, PALEMBANG -- Bank Indonesia (BI) mulai menginisiasi formula untuk Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Syariah dengan Badan Pusat Statistik. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo menyampaikan PDB Syariah akan memudahkan perhitungan terhadap dampak dan sumbangsih ekonomi syariah terhadap perekonomian nasional.
"Kita perlu instrumen untuk mengukur bagaimana dampaknya, selama ini kalau ditanya itu kan kita tidak bisa jawab," kata Dody di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (2/8).
Menurutnya, perhitungan PDB Syariah tidak bisa sembarangan. Bukan dengan memisahkan secara sektoral yang haram, seperti industri minuman keras atau yang dilarang lainnya, kemudian menghitung sisi halalnya saja.
Dody mengatakan BI dan BPS sedang mengembangkan formula yang lebih rigid. PDB Syariah akan disusun dengan menghitung seberapa besar para pelaku industri syariah memberikan nilai tambah pada perekonomian.
"Kapan selesainya belum tahu, masih kita susun," kata dia.
Dalam ekonomi, PDB adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. PDB merupakan salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional.
Selama ini, tambah Dody, pemerintah sudah mengenalkan PDB untuk pariwisata yang artinya seberapa besar pariwisata menyumbang pertumbuhan. Di bidang syariah, yang sudah terukur adalah investasi melalui pasar modal syariah.
"Yang baru bisa kita jawab adalah pasar modal syariah, karena ada indeksnya saham-saham syariah," kata dia.
Dengan keberadaan PDB Syariah juga bisa menjadi tolak ukur keberhasilan dari program-program pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Dody mengatakan selama ini sulit evaluasi efektivitas program untuk mendorong sektor syariah tanpa total ukur yang jelas.
Ia percaya ekonomi syariah membawa imbas signifikan pada pengembangan ekonomi. Selain itu juga membawa pengaruh pada inflasi dan nilai tukar rupiah karena membuat ekonomi tumbuh lebih cepat. Namun itu tetap perlu dibuktikan dengan tolak ukur yang jelas.
Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI, Dadang Muljawan menambahkan sebenarnya ide PDB Syariah sudah ada sejak sekitar dua tahun lalu. Namun proses penyusunannya memerlukan kolaborasi banyak pihak.
"Jika BI saja yang membuat nanti tidak diterima, kalau BPS saja nanti tidak relevan ke yang lain, jadi perlu semua pihak duduk bersama dan mendiskusikan agar sepakat," kata Dadang.
Menurutnya, perhitungan PDB Syariah hampir mirip dengan perhitungan PDB yang umum. Namun perlu ada kesepakatan dari semua pihak terkait sektor mana yang akan masuk perhitungan dan mana yang tidak.
Dadang mengatakan ada ribuan komponen yang masuk dalam perhitungan PDB sehingga semua pihak perlu duduk bersama untuk memilah. Ini juga akan dihitung berdasarkan sistem yang nantinya akan menggunakan bantuan teknologi.
"Tantangannya memang bagaimana dari beberapa kelembagaan itu menyamakan protokol perhitungan, karena subfaktornya ribuan data," kata dia.
Selain BPS, BI juga menggandeng Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) untuk memandu kolaborasi. Menurut Dadang, BI berharap dengan adanya PDB Syariah maka porsinya akan lebih terukur dan dapat mengevaluasi keefektifan program-program yang sudah ada.