EKBIS.CO, JAKARTA -- Nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksikan akan mencapai Rp 1.447 triliun (1,02 miliar dolar AS) pada 2024 atau 6,4 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) saat itu. Angka tersebut hampir dua kali lipat dibanding dengan nilai yang didapatkan pada tahun lalu, yakni Rp 814 triliun (56,4 miliar dolar AS).
Data pertumbuhan tersebut disampaikan dalam gambaran riset bertajuk "Menuju Ekonomi Digital yang Inklusif: Perspektif Gender, Regional, dan Sektoral". Riset ini merupakan hasil kolaborasi antara Institute for Development of Economic and Finance (Indef) dengan Laboratorium Data Persada yang mendapatkan dukungan Google.
Direktur Riset Indef Berly Martawardaya menjelaskan, pertumbuhan yang dicapai melalui digitalisasi ekonomi memberikan banyak manfaat bagi Indonesia. Di antaranya mampu meningkatkan daya saing industri dalam negeri.
"Sampai dengan mempersempit kesenjangan antar wilayah dan gender serta antar sektor ekonomi," ujarnya saat memberikan paparan di acara Pasar IDEA di Jakarta, Kamis (15/8).
Berly menjelaskan, proyeksi pendapatan ekonomi digital yang besar tersebut patut menjadi pertimbangan pemerintah dalam membuat kebijakan ekonomi ke depan Terlebih, pemerintahan periode 2019-2024 akan dibentuk dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyampaikan harapannya terhadap ekonomi digital sebagai bagian dari tulang punggung perekonomian Indonesia.
Untuk mencapai proyeksi Rp 1.447 triliun, Berly menambahkan, pemerintah masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah. Pertama, memastikan bahwa seluruh masyarakat dapat menggunakan askes internet.
"Mempercepat koneksi menjadi kebutuhan fundamental," ujarnya.
Selain itu, pemerintah harus bekerja sama dengan industri untuk meningkatkan infrastruktur lunak. Misalnya saja sumber daya manusia (SDM) yang mencukupi dari segi kuantitas ataupun kualitas. Mereka harus dibentuk untuk memiliki keterampilan digital tingkat tinggi yang memungkinkan mereka berkembang di dunia digital.
Di sisi lain, peningkatan kualitas logistik hingga akses terhadap jasa keuangan juga penting untuk diperhatikan pemerintah. Berly menuturkan, dua poin ini menjadi instrumen penting untuk membantu bisnis dalam meningkatkan manfaat dari pembukaan akses pasar.
Tidak kalah penting, berbagai masalah yang sudah berlangsung lama harus ditangani. Misalnya, perpajakan, perlindungan data pribadi hingga hambatan tarif perdagangan internasional. "Regulasinya harus bersifat holistik dan berorientasi pada pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan," ucapnya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Ekonomi dan Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Kemenko Perekonomian Mira Tayyiba menilai, tantangan terbesar perkembangan ekonomi digital Indonesia saat ini adalah data. Padahal, komponen ini penting bagi pemerintah untuk memahami profil industri.
Melalui data, Mira menuturkan, pemerintah dapat merancang kebijakan untuk dapat ‘intervensi’ industri. Bukan dalam artian mengganggu atau membatasi, melainkan bertindak sebagai fasilitator dan akselerator. "Setidaknya kita punya baseline potret industri kita seperti apa," ujarnya.
Pekerjaan rumah besar lainnya adalah literasi. Berdasarkan data yang diambil dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), penetrasi internet di Indonesia sudah 64 persen. Namun, kebanyakan di antaranya masih menggunakan internet untuk media sosial dan sekadar browsing.
Mira menjelaskan, pemerintah harus dapat mengonversi tingginya tingkat penggunaan internet tersebut ke sesuatu yang produktif. Namun, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri, melainkan harus menggandeng pelaku usaha.