Ahad 01 Sep 2019 21:53 WIB

Standard Chartered Gandeng SAP Ariba Tingkatkan Solusi Pembiayaan Rantai Pasok

Standard Chartered Bank dan SAP Ariba berkolaborasi terkait layanan keuangan

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Standard Chartered Gandeng SAP Ariba Tingkatkan Solusi Pembiayaan Rantai Pasok. (FOTO: Yosi Winosa)
Standard Chartered Gandeng SAP Ariba Tingkatkan Solusi Pembiayaan Rantai Pasok. (FOTO: Yosi Winosa)

Warta Ekonomi.co.id, BANGKOK--Standard Chartered Bank dan SAP Ariba berkolaborasi terkait layanan keuangan rantai pasok di kawasan Asia Pasifik melalui jairngan Ariba.

Pada akhir 2019 nanti, pembeli yang menggunakan jaringan Ariba akan bisa secara seamsless memenej kebutuhan pembayaran dan pembiayaan rantai pasok mereka lewat platform digital SAO Ariba.

Suplier sendiri akan mendapatkan akses lebih cepat ke pembiayaan dan mata uang asing lewat jaringan global Standard Cahrtered. Kolaborasi ini memungkinkan percepatan proses digitalisasi di seluruh rantai pasok, meningkatkan efisiensi, transparansi dan akurasi bagi pembeli maupun suplier.

Global Head of Transaction Banking Standard Chartered, Lisa Robins, menyatakan senang bisa berkolaborasi dengan SAP Ariba untuk mendukung klien mereka dalam memproses siklus pengadaan hingga pembayaran. Sejak Standard Chartered mempersiapkan diri ke era open banking, perusahaan memperluas ikatannya dengan komunitas di footprint mereka dan menyediakan solusi terintegrasi yang memungkinkan klien mereka menumbuhkan bisnis secara berkelanjutan.

"Klien mengharapkan proses pengadaan hingga pembayaran yang mudah, efisien, komprehensif, seamless dan benar. Di masa lalu, pembiayaan dan rantai pasok adalah dua hal yang sangat terpisah satu sama lain. Hari ini, semua perusahaan berlomba-lomba mendigitalkan datanya. Kami misalnya, punya sekitar 36 juta paper yang kami hasilkan, dan akan akmi digitalkan lewat blockchain. Jadi memang arahnya ke sana," kata dia di sela Konferensi SAP bertajuk SAP Experience: An Intelligent Enterprise Conference di Bangkok, Rabu (28/8/2019).

Ditambahkan Lisa, perbankan saat ini dihadapkan pada tiga trend besar: jarak pembiayaan kepada UKM yang semakin membesar, perubahan perilaku konsumen di era sharing economy dan tuntukan akan pikihan yang lebih banyak dari konsumen. Perusahaan ke depan akan fokus pad atiga trend besar ini. Di pembiayaan kepada UKM sendiri, gapnya membesar dari sekitar $2 triliun pada 2010 menjadi $5,2 triliun pada 2018.

"Saya contohkan saat saya menuju kemari menggunakan taksi dari bandar. Bayangkan taksi tersbeut diproduksi lokal sementara cashflow supplier sedang ketat dan ia hanya memiliki sedikit credit history. Apa yang terjadi selanjutnya? Produksi tertunda, on time delivery makin memburuk dan relasi dengan pembeli mereka memburuk. Di sinilah digitalisasi bisa menjembatani, suplier butuh informasi terkait performa dan aplikasi mereka," kata dia.

Tren kedua, perubahan perilaku konsumen di era sharing ekonomi. Sebelum ada ride hailing, traveler biasanya menggunakan “bantuan” taksi untuk berpndah dari bandara ke tujuan akhir mereka dan problemnya traveler kerap keluaan menukarkan uang merek ake mata uang lokal. Saat ini, ride hailing menyediakan opsi pembayaran berbasis mastercard misalnya dan sebagainya. Semuanya jadi semakin simple.

"Tren ketiga, konsumen menuntuk lebih banyak piliha. Bayangkan di era dulu, untuk memesan sebuah mobil, anda perlu melihat lebih jauh terhadap 20.000 komponen yang diperlukan untuk membuat satu mibil. Dengan teknologi mesin cetak 3 dimensi saat ini, dipangkas menjadi 50 komponen saja. Mereka dilengkapi sensor, sehingga anda bisa melacak persis posisi diaman mobil diproduksi, dirakit, di antar ke delaer. Semuanya makin remote. Jadi bank bisa mencari peluang pembiayaan untuk dealer maupun rantai pasok secara umum," tambah Lisa.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement