EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Anggaran (Banggar) DPR bersama pemerintah menyetujui besaran subsidi energi sebesar Rp 124,9 triliun untuk RAPBN 2020. Besaran subsidi energi ini lebih rendah dibandingkan proyeksi 2019 yang mencapai Rp 142,6 triliun maupun besaran dalam APBN 2019 yang sebesar Rp 159,97 triliun. Pun lebih rendah dari usulan pada RAPBN 2020 awal yang sebesar Rp 137,5 triliun.
Keputusan ini diambil dalam rapat kerja Banggar bersama perwakilan pemerintah yang diwakili Ketua Koordinator Panja Pemerintah untuk APBN 2020 sekaligus Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara dan Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/9). Dari total Rp 124,9 triliun, sebanyak Rp 70 triliun ditujukan untuk subsidi BBM dan LPG atau turun dibanding dengan proyeksi sampai akhir tahun ini, Rp 90,3 triliun. Sisanya, Rp 54,8 triliun ditujukan untuk subsidi listrik. Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi realisasi sampai akhir tahun ini, Rp 58,3 triliun.
"Total subsidi energi Rp 124,873,5, apakah ini bisa disepakati," tanya Wakil Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah sebagai selaku pimpinan rapat yang disambut kata setuju oleh peserta rapat.
Rapat penetapan subsidi energi berlangsung cukup alot dan sempat diskors untuk beberapa saat. Pasalnya, Banggar mempertahankan basis data tentang jumlah penerima subsidi yang tidak jelas, pun dengan penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran, terutama untuk subsidi Liquified Petroleum Gas (LPG) atau elpiji 3 kilogram (kg) hingga saat ini.
Said mengaku mendukung pemberian subsidi, namun harus tepat sasaran. Ia pun mengapresiasi perpres yang dikeluarkan guna mengakomodir nelayan dan petani kecil dapat menggunakan elpiji 3 kg. Namun, Said meminta pemerintah memberikan jumlah data penerima subsidi elpiji 3 kg dan mempertanyakan mengapa elpiji 3 kg dijual bebas.
"Basis datanya berapa, kalau tidak punya basis mati kita karena ini barang subsidi, ini sudah empat tahun kita peringatkan pemerintah," ucap Said.
Said mengatakan, pemerintah sampai saat ini tidak mampu menjelaskan data jumlah penerima subsidi elpiji 3 kg, dan data nelayan serta petani kecil yang juga berhak menerima elpiji subsidi 3 kg berdasarkan peraturan presiden.
Ketua Banggar Kahar Muzakir menegaskan dalam undang-undang disebutkan barang subsidi tidak dapat diperjual-belikan. Namun kenyataannya, elpiji 3 kg dapat dengan mudah dibeli oleh warga yang bukan penerima subsidi.
Anggota Banggar DPR Primus Yustisio sempat mempertanyakan rencana pemerintah menaikan anggaran subsidi energi. Menurut Primus, hal tersebut sangat bertentangan dengan klaim pemerintah tentang jumlah tingkat kemiskinan yang terus berkurang.
"Kami soal subsidi tidak berani menolak, tapi harus wajar dan tepat sasaran," ucap Primus.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyampaikan pemberian subsidi energi merupakan upaya pemerintah menjaga daya beli masyarakat kurang mampu. Dalam kurun waktu sejak 2011 hingga 2014, pemerintah telah mengucurkan Rp 1.200 triliun dana dari APBN untuk subsidi energi. Menurut Jonan, alokasinya dibuat demakin tepat sasaran dalam empat tahun terakhir agar tersedia alokasi pembiayaan untuk sektor produktif lainnya.
"Subsidi, yang selalu orang ramai bicara ini. Dibandingkan periode sebelumnya, sekarang empat tahun terakhir (2015-2018) subsidi sektor energi dipangkas menjadi hanya Rp 477 triliun. Ini kurang lebih hanya sepertiga dari yang sebelumnya. Agar lebih tepat sasaran," ujar Jonan saat mengisi kuliah umum di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Jumat (30/8).