EKBIS.CO, TOKYO -- Pendiri Uniqlo Tadashi Yanai mengungkapkan, akan lebih condong memilih perempuan sebagai penggantinya. Hal ini didorong karena perempuan lebih cocok dengan posisi itu ketimbang seorang pria.
"Pekerjaan itu lebih cocok untuk seorang wanita," ujar CEO dan pendiri Uniqlo dan perusahaan induknya Fast Retailing Co, dikutip dari The Independent, Jumat (6/9).
Menurut Forbes, Yanai merupakan orang terkaya di Jepang dengan kekayaan bersih 24,9 miliar dolar. Dia berharap penggantinya adalah perempuan karena kegigihan, berorientasi pada detail, dan memiliki rasa pada estetika.
Salah satu opsi yang potensial adalah Maki Akaida. Dia merupakan sosok yang saat ini bertanggung jawab atas operasi Uniqlo di Jepang.
Ketika ditanya apakah Akaida, yang bergabung dengan perusahaan pada tahun 2001, akan mengambil peran sebagai CEO, Yanai mengatakan "Itu kemungkinan".
Pria berusia 70 tahun itu juga mengatakan, ingin meningkatkan rasio eksekutif senior wanita di perusahaan menjadi lebih dari setengahnya. Menurut laporan Bloomberg, impian ini akan dilakukan setelah perusahaan menyelesaikan tujuannya untuk mengisi lebih dari 30 persen posisi manajemen dengan wanita di 2018. Saat ini perusahaan saat ini memiliki enam wanita dalam peran eksekutif.
Yanai memulai perusahaan pakaian yang berbasis di Jepang pada tahun 1984 dari toko jahit ayahnya. Sejak itu, perusahaan telah menjadi merek global, serta pengecer pakaian terbesar di Asia.
Saat ini, Fast Retailing, yang menghasilkan pendapatan 18,9 miliar dolar pada tahun 2018, adalah pengecer pakaian terbesar ketiga di dunia. Uniqlo berada di belakang H&M dan perusahaan induk Zara, Inditex.
Terlepas dari komitmen Yanai terhadap keragaman gender, Jepang masih tertinggal secara global dalam hal mempekerjakan perempuan dalam posisi manajemen. Jepang hanya memiliki 4,1 persen dari jabatan eksekutif di perusahaan publik di negara yang dipegang oleh perempuan.
Menurut World Economic Forum, Jepang berada di peringkat ke-110 untuk Indeks Kesenjangan Gender Global 2018. Peringkat itu berdasarkan keberaadaan pendapatan perempuan 24,5 persen lebih rendah daripada pria dalam peran yang sama.