Kamis 12 Sep 2019 08:00 WIB

Di Era Habibie, Rupiah Bisa di Bawah Rp 8.000 per Dolar AS

Habibie membuka keran demokrasi di Tanah Air setelah era Orde Baru.

Red: Budi Raharjo
BJ Habibie
Foto: dok. Republika
BJ Habibie

EKBIS.CO, Masa BJ Habibie menjabat sebagai presiden Indonesia sedianya singkat saja, hanya dari 1998 selepas tumbangnya Orde Baru hingga pertangungjawabannya ditolak MPR pada 1999. Kendati demikian, jejak demokratisasi yang ditinggalkan Habibie untuk Indonesia dinilai sangat signifikan.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengenang Habibie atas jasanya untuk demokrasi dan Pemilu Indonesia. "Salah satu kenangan kami dengan almarhum BJ Habibie yaitu pemberian penghargaan atas jasanya untuk demokrasi dan pemilu di Indonesia," ujar Arief Budiman, Rabu (11/9) malam.

Yang dimaksudkan Arief adalah peran Habibie penyelenggaraan pemilu pertama di era reformasi pada 1999. "Almarhum membuat UU Pemilu pas disaat yang tepat, termasuk saat mengambil alih penetapan hasil pemilu 1999," kata Arief. Pemilu itu adalah pemilu demokratis pertama sejak Orde Baru berkuasa selama 32 tahun lamanya.

Sedangkan Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom menilai Habibie adalah tokoh yang meletakkan dasar-dasar demokrasi bagi Indonesia. Walau masa kepresidenannya sangat singkat, Habibie mencabut banyak regulasi yang menghambat proses demokrasi.

"Beliau mendorong berbagai cara menuju kebebasan pers, pembebasan tapol/napol Orba serta dialog awal masalah Papua," ujar Gomar.

Selain itu, Gomar juga mengingat Habibie pada 1998 sebagai satu-satunya pemimpin bangsa yang percaya pada laporan Masyarakat Antikekerasan tentang adanya kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan etnis Tionghoa selama kerusuhan Mei 1998. Habibie pun meminta maaf dan membuat Keputusan Presiden untuk mendirikan Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, peran penting Habibie dalam demokratisasi ekonomi adalah diterbitkannya UU Nomor 5 Tahun 2009 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha yang Sehat.

"Saat ini UU tersebut dijalankan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Inilah penjaga demokrasi ekonomi yang masih bertahan hingga saat ini dan tetap dibutuhkan untuk masa depan bangsa ini," ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (11/9).

Peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan, sosok Habibie merupakan kepemimpinan yang tegas dan arah yang jelas Indonesia bisa pulih dari krisis moneter paska 1998. "Nilai tukar rupiah yang sempat melemah ke Rp 16.800 per Juni 1998 karena adanya ketidakpercayaan investor bisa di pulihkan ke bawah Rp 8.000 per dolar AS di akhir masa pemerintahan pak Habibie," ucapnya.

Sedangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengenang jasa Habibie terhadap dunia jurnalistik. Ketika menjabat sebagai presiden, Habibie langsung mencabut syarat Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) yang jadi salah satu senjata Orde Baru membungkam pers.

"Media massa, jurnalistik berhutang budi pada pak Habibie. Beliau yg membuka dan membuat kita semua merasakan adanya kebebasan jurnalistik seperti yg kita rasakan hari ini," kata Anies usai melayat Habibie, Rabu (11/9) malam.

photo
Seorang perwira menengah TNI AD berdiri disamping peti jenazah almarhum Presiden ke-3 RI, BJ Habibie di Rumah Jenazah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Menko Polhukam), Wiranto juga mengenang BJ Habibie yang memberi teladan baik untuk demokrasi Indonesia. Wiranto mengatakan sudah mengenal Habibie sejak awal 1990-an. Saat Habibie menjabat sebagai presiden, Wiranto adalah menteri pertahanan dan sekaligus panglima ABRI.

''Waktu itu saya mengenal bahwa beliau juga seorang demokrat sejati . Beliau berhasil keluar dari stigma Orde Baru masuk dalam suatu peralihan yang sangat sulit, dan beliau bisa meyakinkan ke publik bahwa beliau sungguh-sungguh ingin membangun suatu demokrasi baru di Indonesia," ujar Wiranto di rumah duka Habibie, Jakarta Selatan, Rabu (11/9).

Dia mencontohkan, Habibie memberikan bukti nyata soal itu. "Saat pidato pertanggungjawaban beliau tidak diterima oleh MPR, beliau tidak lantas ngotot jadi presiden lagi. Tapi beliau justru mundur dari pencalonan presiden yang sangat mungkin beliau bisa menangkan. Beliau justru mundur karena punya suatu konsistensi dalam membangun demokrasi," paparnya. n dian erika nugraheny/febryan a/novita intan/amri amrullah ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement