Rabu 02 Oct 2019 11:38 WIB

September Deflasi, Pemerintah Diminta Perbaiki Daya Beli

BPS mencatat pada bulan September terjadi deflasi sebesar 0,27 persen

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang melayani pembeli daging sapi di pasar tradisional. ilustrasi (Republika/Wihdan Hidayat)
Pedagang melayani pembeli daging sapi di pasar tradisional. ilustrasi (Republika/Wihdan Hidayat)

EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Indef Rizal Taufik Rahman menyampaikan, data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan capaian angka deflasi per September 2019 sebesar 0,27 persen disebabkan adanya penurunan harga berbagai komoditas bahan makanan sebesar 0,44 persen, dan kenaikan harga yang kecil pada beberapa komoditas pangan yang memiliki kontribusi terhadap inflasi, seperti sandang sebesar 0, 05 persen makanan jadi sebesar 0,05 persen, dan pendidikan sebesar 0,04 persen.

Rilis BPS per 1 Oktober 2019, menjelaskan terjadi deflasi per September 2019 sebesar 0,27 persen, sementara inflasi tahun kalender Januari-Desember 2019 sebesar 2,2 persen, dan inflasi tahunan September 2018-September 2019 (yoy) sebesar 3,39 persen. Dilihat dari regional, deflasi ini disumbangkan oleh 12 kota yang mengalami inflasi, dan 80 kota yang mengalami deflasi.

Baca Juga

"Selain kedua faktor tersebut, deflasi bisa disebabkan oleh faktor lainnya, dimungkinkan disebabkan oleh kondisi ekonomi global maupun kinerja ekonomi nasional," ujar Rizal saat dihubungi Republika di Jakarta, Rabu (2/10).

Pertama, kondisi ekonomi global yang masih terjadi pelambatan ekonomi yang berdampak terhadap pelambatan transaksi dan neraca perdagangan. Hal ini, kata Rizal, mengindikasikan perdagangan pasar ekspor juga mengalami penurunan akibat harga barang impor yang harganya jauh lebih murah.

"Seperti terjadinya kurs rupiah terhadap dollar menguat 0,14 persen per 27 September 2019 di pasar spot. Selain itu,  harga emas dunia juga cenderung menurun," ucapnya.

Kedua, lanjut Rizal, kondisi ekonomi nasional sedang lesu daya beli masyarakat. Karena pada Agustus 2019 bulanan terjadi inflasi 0,12 persen, sementara tahunan per Agustus 2018 dan 2019 di level 3,49 persen.

"Angka tersebut memperkuat dugaan dari Agustus ke September 2019 daya beli masyarakat sedang berada pada level yang lemah," kata dia.

Rizal menambahkan, dari beberapa penyebab tersebut, berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, jika daya beli masyarakat melemah tentu akan menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah, sambung dia, perlu mendorong perbaikan daya beli masyarakat terhadap berbagai komoditi, terutama komoditi yang menyumbang besar deflasi, seperti komoditi bahan makanan dan sandang. Ia berharap deflasi tidak terjadi secara terus menerus di bulan berikutnya. 

Rizal menuturkan, deflasi yang berkepanjangan akan memperlemah daya beli masyarakat. "Akhirnya akan melemahkan pertumbuhan ekonomi. Inilah yang tidak kita inginkan. Kebijakan antisipasif yang efektif menjadi hal penting dalam kondisi seperti saat ini," lanjut Rizal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement