EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, penyerapan garam petambak lokal ke sektor industri sudah terealisasi. Hanya saja penyerapan tersebut tak terjadi secara langsung alias dilakukan secara bertahap.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia dan Farmasi (IKTF) Kemenperin Abdul Rochim menyampaikan, akses pasar industri bagi petambak lokal telah tersedia melalui penyerapan bertahap. Hal itu sesuai dengan komitmen dari sejumlah industri sejak Juni 2019 hingga Juni 2020 sebesar 1,2 juta ton.
“Mungkin yang dipermasalahkan itu kenapa diambilnya enggak langsung,” kata Rochim saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (13/10).
Menurutnya, kapasitas industri tidak mampu melakukan penyerapan secara langsung karena terbatas dengan kapasitas gudang yang dimiliki. Dia menyebut, keseimbangan antara pelaku industri dengan petambak juga telah dipertimbangkan pemerintah. Yang pasti, kata dia, sejumlah pelaku industri yang telah menandatangani komitmen penyerapan garam lokal itu dipastikan bakal menyerap sesuai dengan perjanjian yang ada.
Sekretaris Jenderal Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI) Waji Fatah Fadhilah mengakui, minimnya akses informasi terhadap sektor industri membuat petambak lokal sulit menjual hasil produksi garamnya. Padahal, kata dia, petambak lokal mengklaim mampu bersaing baik secara harga dan kualitas.
"Kalau ada aksesnya, kami siap bersaing. Dari harga dan kualitas," kata Waji.
Dia membeberkan, minimnya akses ke dunia industri bagi petambak bukan berarti tak ada satu pun petambak yang menjalin kerja sama dengan sektor industri pabrikan. Menurut dia, dengan kualitas Garam Premium Lokal (GPL) petambak dapat masuk ke dunia industri.
Hanya saja volume penyerapan GPL itu dinilai masih terbatas dan belum dilakukan secara masif oleh seluruh wilayah sentra. Untuk masuk ke tahap awal, dia menyebut petambak mampu membanderol harga garamnya hingga Rp 800 per kilogram (kg) dengan kadar natrium (NaCl) 97 persen atau setara dengan standar industri.
Berdasarkan catatan PPGI, hanya segelintir industri yang menyerap garam petambak lokal. Misalnya, industri di Surabaya mengambil garam petambak dihargai Rp 750 per liter dengan volume sebesar 10 ribu liter per bulan.
“Sekarang ada stok 10 ton, besok dikirim ke Perum Brondong untuk pabrik es,” ujarnya.