Rabu 16 Oct 2019 15:35 WIB

Industri Perunggasan Akui Ayam Brasil Ancam Produk Lokal

Harga ayam di Brazil jauh lebih rendah daripada di Indonesia.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Impor daging ayam Indonesia.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Impor daging ayam Indonesia.

EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Charoen Phokpand Indonesia Tbk, sebagai salah satu pemain besar dalam industri perunggasan dalam negeri mengakui impor daging ayam Brasil bisa jadi ancaman bagi produksi lokal. Pasar dalam negeri yang begitu besar menjadi incaran banyak pemain industri di luar negeri.

Presiden Komisaris Charoen Phokpand, Hadi Gunawan, mengatakan, Indonesia telah swasembada daging ayam. Namun, populasi Indonesia yang besar disertai peningkatan kebutuhan protein dalam negeri. Di satu sisi, World Trade Organization menetapkan aturan bahwa setiap negara tidak boleh melarang masuknya produk impor daging ayam.

Baca Juga

"Saat ini negara yang sudah siap ekspor ayam ke Indonesia adalah Brasil. Itu menjadi ancaman bagi usaha di Indonesia," kata Hadi dalam Temu Kandang Nasional di Kantor Pusat Charoen Phokpand Indonesia, Jakarta Utara, Rabu (16/10).

Ia mengakui, harga ayam di Brasil jauh lebih rendah daripada di Indonesia. Itu karena industri perunggasan di Brasil jauh lebih efisien, termasuk dalam hal pakan ternak.

"Suka tidak suka, cepat atau lambat, produk luar akan tiba dan kita tidak boleh tinggal diam dan harus cari cara untuk bersaing," kata Hadi.

Presiden Direktur Charoen Phokpand Indonesia, Thomas Effendy, menambahkan, upaya yang mesti dilakukan industri untuk bisa bersaing yakni efisiensi bahan baku pakan, peningkatan kualitas anak ayam, serta perbaikan dalam proses pemeliharaan.

Bahan baku pakan yang mayoritas dipenuhi oleh jagung diakui masih cukup tinggi di Indonesia. Rata-rata harga jagung pakan dari tingkat petani sebesar Rp 4.500 per kg. Tingginya harga bahan baku juga dipicu oleh ongkos logistik dalam negeri yang cenderung mahal.

Meski demikian, hal positif dari pemenuhan jagung sepenuhnya telah dipasok oleh produksi lokal. Penyuplai terbesar jagung yakni Provinsi Lampung, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan,  hingga Gorontalo. Ketersediaan pakan baik dari segi kualitas maupun harga berkaitan langsung dengan ayam indukan yang berkembang biak.

Adapun dari sisi pemeliharaan, Thomas mengatakan bahwa industri perunggasan harus mulai bergeser ke sistem kandang closed house. Kandang closed house merupakan kandang tertutup yang menjamin proses biologis tumbuh kembang ayam.

Berbeda dengan open house yang masih tradisional dan rentan terhadap penyakit karena modelnya yang terbuka. Namun, mayoritas kandang ternak unggas saat ini masih didominasi oleh open house.

Dengan sistem closed house, untuk mencapai berat badan ayam 1,7-1,8 kg hanya butuh waktu 30-32 hari. Sementara, open house memakan waktu minimal 35 hari. Closed house juga diakui menekan angka kematian livebird atau ayam siap potong hingga di bawah 3 persen, lebih rendah dibanding angka kematian dengan open house sekitar 5 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement