EKBIS.CO, JAKARTA -- Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendukung kebijakan Menteri Pertanian (Mentan) yang akan memimpin 2019-2024 ke arah pencapaian kedaulatan pangan serta kesejahteraan petani. PB HMI menilai sektor pertanian sebagai pilar ekonomi nasional dan sumber kehidupan bagi rakyat.
Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Kemaritiman dan Agraria PB HMI Pri Menix Dey mengatakan memang tugas Mentan ke depan 2019-2024 semakin berat. Mentan minimal harus mempertahankan atau bahkan melampaui kinerja 2015-2019.
Tugas berat pertama, dalam hal mengendalikan inflasi bahan pangan. Indonesia berhasil menurunkan inflasi terbaik dari peringkat III Dunia tertinggi yakni inflasi 11,71 persen pada 2013 menjadi peringkat XV Dunia dengan inflasi 1,26 persen pada 2017.
"Jadi tugas beratnya adalah menjaga agar inflasi bahan pangan tetap stabil rendah, namun petani harus sejahtera. Ini tidak mudah, harus memiliki jurus jitu, bagaimana menjaga pasokan pangan cukup sepanjang waktu, sementara sistem produksi musiman, ditengah kondisi rantai pasok panjang dan anomali pasar pangan," ungkap Pri Menix di Jakarta, Rabu (23/10).
Tugas berat kedua, sebut Pri Menix, pada tahun 2013 volume ekspor pertanian 33,5 juta ton, naik 28 persen pada 2018 menjadi 42,5 juta ton. Ke depan, untuk mempertahankan volume ekspor tidak mudah, apalagi mendongkraknya, ditengah ekonomi global sedang lesu.
"Tugas berat ketiga bagaimana meningkatkan pertumbuhan PDB pertanian di atas 3,7 persen pertahun dengan tantangan kondisi ekonomi dan investasi seperti saat ini," katanya.
Tugas berat keempat, lanjutnya, yakni bagaimana meningkatkan produksi disaat laju konversi sawah 150 ribu hektar pertahun, subsidi pupuk berkurang 1 juta ton serta kebutuhan konsumsi naik akibat penduduk bertambah 3 juta jiwa pertahun. Tugas berat kelima, dalam hal tata kelola keuangan, Kementan sudah tiga tahun berturut turut memperoleh penghargaan tertinggi yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Oleh karena itu, Pri Menix meminta semua pihak yang masih pesimis agar tidak melihat pertanian dari kaca spion sebelah saja, hanya melihat sisi impornya, namun data ekspornya harus menjadi catatan penting. Data BPS 2018 menunjukkan ekspor pertanian 42,5 juta ton lebih tinggi dari pada impor 32,2 juta ton, berkat kontribusi sawit, kopi dan lainnya.
"Alhasil neraca perdagangan pertanian 2018 surplus 10,02 miliar dolar AS setara Rp 135 triliun. Ini adalah kondisi kinerja yang sudah tinggi," ujarnya.
Lebih lanjut Pri Menix menjelaskan naiknya ekspor ini juga bisa menggambarkan kinerja produksi yang naik, yakni terkonfirmasi dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian yang meningkat. Data BPS menunjukkan PDB pertanian 2017-2018 tumbuh 3,7 persen diatas target 3,5 persen. PDB pertanian harga konstan 2018 sebesar Rp 1.005 triliun, naik 19,4 persen dibanding 2013 Rp 838 triliun.
"PDB tumbuh ini selain didorong dari konsumsi dan surplus neraca perdagangan, juga dari investasi pertanian 2013 sebesar 29,3 triliun naik menjadi 2018 sebesar Rp 61,6 triliun dan belanja APBN pertanian tepat sasaran sesuai kajian Bappenas yakni belanja alsintan dan input pertanian 1 persen meningkatkan pertumbuhan ekonomi di provinsi 0,33 persen," ujar dia.
Dalam perdagangan global, tegas Pri Menix, ekspor-impor itu hal yang biasa, sehingga sah-sah saja impor. Untuk dicatat bahwa impor itu hanya sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Impor dilakukan karena kita tidak memproduksinya dan ekspor harus dipacu jauh lebih tinggi.