EKBIS.CO, JAKARTA – Investigator Komite Nasional Keselamatan Penerbangan (KNKT) Ony Soerjo Wibowo mengungkapkan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada buku panduan pesawat Boeing 737 MAX 8 sangat minim. Pada kecelakaan Lion Air dengan pesawat Boeing 737 MAX 8 nomor penerbangan JT 610 penerbangan Jakarta-Pangkalpinang pada 29 Oktober 2018, Ony mengatakan pilot mengalami kesulitan merespons terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya.
“Ini (kesulitan merespons) karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan Boeing 737 MAX 8,” kata Ony di Gedung KNKT, Jumat (25/10).
Saat MCAS aktif maka akan menurunkan posisi hidung pesawat ke bawah. Pada dasarnya MCAS merupakan fitur baru pada pesawat Boeing 737 MAX 8 untuk memperbaiki karakteristik angguk pesawat pada kondisi flap up, manual flight (tanpa auto pilot), dan AOA tinggi.
Hanya saja, Ony mengatakan dalam proses investigasi menemukan desain dan sertifikasi fitur MCAS tersebut tidak memadai. “Juga pelatihan dan buku panduan untuk pilot tidak memuat informasi terkait MCAS,” tutur Ony.
Meskipun begitu, Ony menegaskan bukan berarti dengan tidak adanya petunjuk mengatasi MCAS di buku panduan pesawat maka menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Sebab, faktor kontribusi yang menyebabkan pesawat bermasalah menurutnya tidak dapat berdiri sendiri.
Ony mengatakan dalam buku panduan pesawat hanya mengatakan MCAS merupakan suatu peralatan yang bisa beroperasi sendiri yang pada kondisi tertentu akan mengkompensasi secara otomatis. “Nah ini tidak ada kaitannya kalau bekerja gimana, kalau rusak gimana itu tidak ada,” tutur Ony.
Sebab, Ony mengatakan jika terdapat fitur baru di dalam pesawat maka pilot harus diberitahu informasi bagaiaman keadaannya jika MCAS bekerja atau tidak bekerja. Termasuk juga bagaimana cara mengendalikan pesawat saat MCAS aktif namun hal tersebut tidak ada dalam buku panduan Boeing 737 MAX 8.
Meskipun begitu, Ony menuturkan dalam regulasi Federal Aviation Regulations (FAR) part 25 menyatakan bahwa apabila satu fungsi tidak memerlukan intervensi pilot maka bisa diatasi dengan normal pilot behavior. “Kalau misalnya berat ya diangkat atau ditrim dan yang terakhir bukan merupakan alat sebagai pendukung keselamatan menurut asumsi regulasi,” jelas Ony.
Dari hal tersebut, Ony mengatakan Boeing menyatakan semua kondisi memenuhi. Sehingga, lanjut Ony, Boeing tidak perlu memasukkan informasi mengatasi MCAS ke dalam buku manual. Hal tersebut menurut Ony sah karena sesuai ketentuan FAR.
Hanya saja, Ony menegaskan Dalam temuan investigasi tidaka danya informasi lengkap mengenai MCAS dalam buku panduan pesat menjadi masalah. “Sehingga asumsi (Boeing) itu menjadi keliru,” tutur Ony.
Untuk itu, KNKT merilis sembilan faktor yang berkontribusi dalam kecelakaan tersebut. Faktor kontribusi pertama mengenai asumsi reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737 MAX 8, meskipun sesuai dengan referensi yang ada namun ternyata tidak tepat.