Sabtu 07 Dec 2019 06:13 WIB

Pelaksanaan PP 80 Harus Dijamin Ada Kemudahan

PP Nomor 80 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dapat dilihat objektif.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Gita Amanda
Pengamat mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dapat dilihat secara objektif dari dua sisi. Foto e-commerce Sirclo (Ilustrasi).
Foto: Nora Azizah/Republika
Pengamat mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dapat dilihat secara objektif dari dua sisi. Foto e-commerce Sirclo (Ilustrasi).

EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyampaikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dapat dilihat secara objektif dari dua sisi. Ada beberapa hal yang harus didukung juga perlu peraturan yang lebih teknis untuk menghindari kekacauan.

"Selain izin usahanya, yang lain adalah terkait penerapan pajak yang dipungut dari penjual yang berjualan di e-commerce," katanya di Jakarta, Jumat (6/12).

Baca Juga

Ia khawatir pada akhirnya penjual akan banyak bergeser ke sosial media. Jangan sampai ada pergeseran tersebut yang tadinya jualan di platform niaga daring jadi pindah ke sosial media. Ini malah akan menyulitkan petugas pajak untuk menarik PPN 10 persen.

Bhima melihat juga perlu ada perbedaan ketentuan pajak yang diterapkan pada UMKM dan perusahaan besar yang juga berjualan di niaga daring. Platform yang baru tumbuh tersebut jangan sampai jadi sepi karena tidak ada insentif.

Pemerintah dinilai perlu memberikan insentif atau pengurangan pajak sebesar lima persen bagi UMKM yang berjualan di e-commerce. Apalagi pemerintah sedang menggalakkan pertumbuhan UMKM demi ikut menopang perekonomian nasional.

"Yang penting itu bukan penerimaan pajaknya, tapi dorong kepatuhannya dulu," kata dia.

Akan berbahaya yang juga jika pada akhirnya UMKM lebih memilih tidak menggunakan digital. Penggunaan cara konvensional bukannya membawa pada kemajuan kedepan tapi malah mundur.

Selanjutnya, aturan ini butuh turunan yang bersifat teknis, khususnya terkait pasal 12. Di dalam bulir tersebut ada upaya untuk mendorong prioritas produk dalam negeri. E-commerce perlu didorong dengan kewajiban lebih banyak menyediakan hasil produksi domestik.

"Saya dukung esensinya, karena memang niaga daring kita ada yang kebanyakan diisi sama barang impor," katanya.

Aturan ini masih perlu lebih rinci, seperti berapa besar proporsinya. Apa akan disamakan seperti ritel konvensional yang juga punya aturan proporsi penjualan barang impor. Penjelasannya dapat disematkan pada Peraturan Menteri Perdagangan.

 

Bhima menyarankan, sebesar 60-70 persen produk yang dijual di niaga daring adalah produk dalam negeri. Dan lebih spesifik lagi, 10 persennya adalah produk UMKM. Selain itu, proses perizinan juga perlu jaminan bebas pungli.

Ada banyak alasan UMKM belum siap bukan karena pajak, tapi soal izin usaha. Harus ada jaminan ketika ada kewajiban izin usaha maka harus bebas pungli hingga ke segmen daerah. Menurut Bhima, praktik ini masih marak.

"Jaminan pemerintah adalah harus ada keringanan, insentif, dan bebas pungli, kalau tidak ada itu, akan menjadi sistem yang menyulitkan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement