Warta Ekonomi.co.id, Jakarta
Penyelenggaraan Manufacturing Indonesia 2019 Series, pameran internasional terbesar yang menampilkan teknologi automatisasi dan berbagai layanan manufaktur di Indonesia, telah berakhir pada 7 Desember lalu. Catatan kesuksesan pameran ini ditandai dengan dipamerkannya ribuan mesin yang didukung dengan smart technology 4.0.
Pameran itu diadakan bersamaan dengan Machine Tool Indonesia, Tool & Hardware Indonesia, dan Industrial Automation & Logistic Indonesia 2019, serta pameran Subconstructor Industry atau Subcon Indonesia 2019. Total pengunjung selama pameran tercatat mencapai 35.400 pengunjung bisnis termasuk di antaranya pembeli potensial dan profesional di kalangan industri terkait.
Baca Juga: Hadapi Era 4.0, Pesan Sandi Uno kepada Mahasiswa dan Generasi Muda Mantap!
Maysia Stephanie, Event Director PT Pamerindo Indonesia mengatakan, ada lebih dari 1.500 perusahaan dari 39 negara, baik perusahaan lokal maupun internasional yang berpartisipasi pada pameran itu. Mereka menjadi pelopor pabrik pintar di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut memberikan informasi dan gambaran mengenai perkembangan industri 4.0 sektor manufaktur di Indonesia dan pada saat yang sama membantu Indonesia bersiap diri menyambut era disrupsi.
Menurut Kementerian Perindustrian, pada kuartal I tahun 2019 sektor manufaktur Indonesia memberikan kontribusi sebesar 20,07 persen terhadap PDB nasional. Selain itu, sektor manufaktur telah tumbuh 3,86% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menyiapkan pusat data terpadu dan solusi berbasis data yang memungkinkan automatisasi merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh industri manufaktur saat ini, kecepatan, efisiensi, inovasi dan kreativitas yang tak terbatas untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Solusi berbasis data tersebut mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi seperti Internet of Things (IoT), Cloud computing, Artificial Intelligence, Mobility Virtual, Augmented Reality, dan Big data.
Rudyhandjaja Elawitachya, Chairman Fanus Indonesia, salah satu peserta pameran, mengatakan bahwa percepatan menuju industri 4.0 sangat tergantung dengan koneksi internet yang andal. Meski menjadi tantangan tersendiri, ia meyakini Indonesia dapat menghadapinya dengan baik, terbukti dari adanya peningkatan pembelian mesin-mesin pintar setiap tahun yang tentunya mendukung industri 4.0 di Indonesia.
Sementara Tony Sartono, Komisaris Kawan Lama Sejahtera mengatakan kemajuan teknologi yang dimiliki akan menjadi sia-sia jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Menurutnya, pelaku industri harus melakukan pelatihan dan pengembangan bagi sumber daya manusianya mulai dari pendidikan vokasi di tingkat sekolah menengah hingga perguruan tinggi untuk menyelaraskan kebutuhan industri yang terus berkembang dan meningkatkan daya saing industri manufaktur di Indonesia.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Djoko Wiyono, Ketua Bidang Peningkatan Korporasi dan Kerjasama, Gabungan Industri Pengerjaan Industri Logam dan Mesin Indonesia (GAMMA) mengatakan, pihaknya akan melakukan penyesuaian dalam menghadapi era industri 4.0.
Selain itu, GAMMA mendorong keterlibatan anggotanya untuk meningkatkan kegiatan research and development secara mandiri atau berkolaborasi dengan Litbang Universitas atau Pemerintah, serta melakukan pembinaan pendidikan Vokasi melalui SMK di sekitar tempat usahanya untuk menciptakan SDM yang mempunyai kompetensi dan link & match dengan industri pembinanya serta mengantisipasi gap skill lulusan SMK dengan kebutuhan industri saat ini dan ke depannya.
"Melihat antusiasme pengunjung dan peserta pameran, kami percaya pameran ini dapat mendorong kolaborasi dan membawa dampak baik bagi bisnis serta kemajuan industri manufaktur Indonesia," tutup Maysia.