EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana membatasi jumlah perusahaan financial technology (fintech) Peer to Peer (P2P) lending yang terdaftar di Indonesia. Hanya saja saat ini OJK masih mendiskusikannya dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, jumlah ideal fintech P2P lending disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. "Ketika kita bertanya berapa butuhnya mereka (rakyat), tempat yang paling pas untuk bertanya adalah AFPI, karena mereka yang menaungi fintech dan paham kebutuhan publik," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (19/12).
Ia mengungkapkan, sampai sekarang AFPI belum menyerahkan usulan tentang jumlah fintech. Batasan pinjaman yang bisa diberikan para pemain fintech pun belum diusulkan.
"Kami sekarang masih menunggu AFPI serahkan usulannya. Kami percaya mereka saat ini sedang melakukan kajian mendalam. Termasuk berdiskusi dengan akademisi dan ahli hukum," ujar Hendrikus.
Sebagai informasi, jelang akhir tahun sebanyak 12 perusahaan financial technology Peer to Peer (fintech P2P) lending telah memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan begitu, kini terdapat 25 fintech P2P lending yang mengantongi lisensi resmi OJK.
Fintech lending yang mendapat izin usaha OJK per 13 Desember yaitu PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia, PT Mediator Komunitas Indonesia (Crowdo), PT Dana Pinjaman Inklusif (PinjamanGo), PT Ammana Fintek Syariah, PT Esta Kapital Fintek, PT Mekar Investama Sampoerna, PT Pohon Dana Indonesia, PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami), PT Lunaria Annua Teknologi (Koinworks), PT Tri Digi Fin (Kreditpro), PT Fintegra Homido Indonesia (Fintag), serta PT KUFI (Rupiah Cepat). Diharapkan mereka dapat menginspirasi anggota AFPI lain yang masih berproses.
Saat ini ada 144 anggota AFPI yang terdaftar. Sebanyak 119 di antaranya tengah dalam proses perizinan.