Jumat 20 Dec 2019 15:31 WIB

PT Garam Gandeng BPPT Garap Pilot Project Garam Industri

Pilot project garam industri untuk mengurangi kebergantungan terhadap garam impor.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Permadi Brodjonegoro meresmikan komisioning pilot project garam industri, yakni peralatan produksi garam industri dengan sistem terintegrasi atau biasa disebut yang berada di Manyar, Gresik, Jumat (20/12).
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Permadi Brodjonegoro meresmikan komisioning pilot project garam industri, yakni peralatan produksi garam industri dengan sistem terintegrasi atau biasa disebut yang berada di Manyar, Gresik, Jumat (20/12).

EKBIS.CO, GRESIK -- PT Garam bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) meresmikan pilot project garam industri di Manyar, Gresik, Jumat (20/12). Pilot project tersebut dengan mengintegrasikan sistem peralatan produksi garam industri yang dilengkapi teknologi yang mampu meningkatkan kualitas produk garam lokal dari NaCl 88 persen menjadi garam industri dengan NaCl 98 persen.

Menteri Riset dan Teknologi Bambang Permadi Brodjonegoro berharap, diresmikannya pilot project garam industri tersebut dapat mengurangi kebergantungan terhadap garam impor. "Nantinya rumah tangga maupun perusahaan akan dengan senang hati membeli garam dari PT Garam ini. Dan yang lebih penting mengurangi kebergantungan impor, karena garam yang dihasilkan mepunyai kualitas yang sama dengan garam yang selama ini diimpor," ujar Bambang di sela peresmian.

Baca Juga

Bambang menuturkan, selama ini selalu ada benturan antara impor garam untuk kebutuhan industri, dengan nasib para petani garam. Benturan tersebut, kata dia seolah menggambarkan pemerintah tidak berpihak pada petani garam, dan melakukan impor garam.

"Dua isu ini dibenturkan satu sama lain. Sehingga berkesan pemerintah tidak hadir dan membiarkan begitu saja impor dan menjatuhkan harga garam rakyat. Impor garam industri yang membuat garam rakyat seolah-olah tidak berharga. Ada kesan importir diuntungkan, rakyat dirugikan," ujar Bambang.

Bambang pun mengungkapkan alasan garam rakyat yang diproduksi petani garam dalam negeri biasanya dibeli dengan harga murah. Itu tak lain karena kualitas dari garam yang dihasilkan kurang bagus, bahkan di bawah standar.

Dimana garam yang diproduksi dengan peralatan seadanya tersebut, memiliki NaCl rendah, yang membuat harganya juga rendah. "Harus ada upaya meningkatkan kualitas dari garam itu sendiri. Pabrik ini bisa menghasilkan garam dengan berbagai tingkat, untuk berbagai keperluan. Itu lah yang disebut menyelesaikan masalah dari akarnya. Ini bisa mengurangi kebergantungan impor," ujar Bambang.

Bambang melanjutkan, tntangan berikutnua yang harus dihadapi PT Garam dan BPPT adalah mencari strategi tepat untuk memasarkan haram yang dihasilkan dari pilot project garam industri tersebut. "Karena importir pasti gerah. Kita harus sama-sama berjuang mengurangi dominasi impor garam," kata Bambang.

Kepala BPPT Hammam Riza menjelaskan, teknologi yang dirancangnya tersebut merupakan teknologi untuk membantu petani garam dalam meningkatkan kualitas produk garam lokal. Sehingga memiliki nilai tambah, dalam rangka meningkatkan daya saing menuju kemandirian bangsa.

"Diharapkan ke depan petani garam memiliki dan menyimpan garam dalam bentuk garam industri yang memiliki nilai jual lebih baik dibandingkan garam krosok yang ada selama ini," kata Hammam.

Hammam mengungkapkan, impor garam Indonesia selama 2018 melambung hingga 3,7 juta ton. Saat ini, kata dia, garam konsumsi sekitar yang kebutuhannya sekitar 2 juta ton per tahun memang sudah dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri. Tetapi, kata dia, garam industri masih 100 persen impor.

"Inovasi ini diharapkan dapat menjadi contoh untuk implementasi di sentra produksi garam lain di seluruh Indonesia dengan menggunakan design BPPT ini sebagai referensi, maka permasalahan kualitas garam lokal dapat diselesaikan," ujar Hammam.

Hammam mengungkapkan, berdasarkan perhitungan, investasi pilot project garam industri yang diresmikan, untuk peralatannya saja sudah mencapai Rp 27 miliar. Namun, itu merupakan cara untuk meningkatkan kualitas garam petani dalam negeri. Dimana garam krosok petani sudah bisa dibeli dengan harga maksimum Rp 800 per kilogram, dengan kualitas minimum 88 persen NaCl.

"Petani yang saat ini punya garam 90 persen NaCl dapat dengan mudah masuk ke pabrik yang sekarang berdiri di sini. Pilot project garam industri ini memilikiki kapasitas 40 ribu ton per tahun," kata Hammam.

Direktur Utama PT Garam Budi Sasongko berpendapat, untuk menyelesaikan masalah kebutuhan garam dalam negeri, harus diselesaikan dengan vara hilirisasi. Saat ini, kata dia, PT Garam dengan bimbingan BPPT telah melakukan hilirisasi tersebut.

"Alhamdulillah 3 tahun terakhir, kami berturut-turut 2 tahun kita bisa membayar deviden untuk negara dan kami bisa meningkatkan hampir 200 persen dari tahun-tahun sebelumnya," kata Budi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement