EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) masih melakukan kajian mengenai kemungkinan perubahan batas nilai barang impor via niaga daring (e-commerce) yang bebas bea masuk. Rencana ini diharapkan mampu melindungi industri lokal.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea dan Cukai DJBC Kemenkeu Syarif Hidayat mengatakan, menurut data yang ada, impor barang kiriman mengalami peningkatan tajam. Kondisi ini memukul industri lokal, terutama industri kecil dan menengah (IKM) produsen barang sejenis.
"Makanya, kami mengkaji hal tersebut (perubahan batas nilai barang impor e-commerce)," ucapnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (22/12).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, pemerintah membebaskan (de minimis value) bea masuk atas barang impor dengan nilai tidak melebihi 75 dolar AS per orang per hari. Atau, setara dengan Rp 1,05 juta (kurs Rp14 ribu per dolar AS). Artinya, masyarakat yang berbelanja di bawah nominal itu mendapatkan fasilitas bebas bea masuk.
Selain IKM, retailer yang mengimpor barangnya secara normal dan membayar pajak juga diketahui terkena dampak. Pasalnya, kebijakan de minimis value tersebut dimanfaatkan sejumlah pihak dengan mengimpor barang secara terpisah-pisah, seperti melalui jasa titipan (jastip). Jasa ini juga dilakukan tanpa membayar pajak.
Syarif memastikan, kajian perubahan ini akan menampung masukan dari berbagai pihak. Tapi, menurutnya, desakan agar de minimis value untuk dihilangkan sulit terjadi. Sebab, di undang-undang kepabeanan sudah ada pengaturan tersebut. "Paling memungkinkan saat ini ya diturunkan," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Perdagangan Indonesia Benny Sutrisno meminta, perubahan de minimus value dapat segera diselesaikan dan diterapkan. Sebab, impor barang kiriman melalui platform e-commerce kini terus bertambah hingga dikhawatirkan akan mengganggu industri nasional, terutama IKM.
Meski tidak memiliki harapan nominal secara spesifik, Benny berharap, batasan de minimus value dapat diturunkan. De minimis value yang berlaku saat ini dirasa masih terlalu besar dan tanpa batasan pengiriman. "Ini yang membunuh industri dalam negeri," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad.
Selain itu, Benny menambahkan, pemerintah juga harus mempertimbangkan pengenaan pajak. Barang-barang impor yang masuk ke Indonesia melalui e-commerce maupun jastip kini masih bebas pajak impor, baik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ataupun Pajak Penghasilan (PPh).