Senin 30 Dec 2019 04:57 WIB

Efek Berlipat Penggunaan B30

Tak hanya mengurangi emisi gas, penggunaan B30 juga meningkatkan daya saing sawit.

Red: Friska Yolanda
Petugas menunjukkan sampel bahan bakar B30 saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun.
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas menunjukkan sampel bahan bakar B30 saat peluncuran uji jalan Penggunaan Bahan Bakar B30 untuk kendaraan bermesin diesel di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6). Uji jalan kendaraan berbahan bakar campuran biodiesel 30 persen pada bahan bakar solar atau B30 dengan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer tersebut bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar itu tidak akan meyebabkan performa dan akselerasi kendaraan turun.

EKBIS.CO,  "Bagi saya tidak cukup hanya sampai ke B30," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika meluncurkan implementasi Program B30 di SPBU Pertamina, Jalan MT Haryono, Jakarta, Senin (23/12).

Pernyataan Presiden Jokowi itu menandakan implementasi bahan bakar ramah lingkungan harus dipercepat bahkan hingga 100 persen atau B100. Secara bertahap, Kepala Negara menginginkan percepatan implementasi BBM kandungan nabati dan solar B40 tahun 2020 dan menyusul B50 pada awal 2021.

Baca Juga

Realisasi bahan bakar minyak (BBM) campuran 30 persen kandungan minyak sawit dan 70 persen solar itu lebih cepat dari rencana awal yakni Januari 2020. Peluncuran B30 dilakukan setelah sebelumnya biodiesel B20 dipasarkan Agustus 2018.

Serangkaian tes hingga uji jalan menggunakan B30 sudah dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) ESDM. Balitbang ESDM melalui lamannya di Jakarta, Kamis (28/11) menyebutkan uji jalan B30 untuk kendaraan diesel dilakukan 13 Juni 2019. 

photo
Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan), Menteri BUMN Erick Thohir (ketiga kanan), Menteri ESDM Arifin Tasrif (ketiga kiri) dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (kedua kiri) menyaksikan pengisian bahan bakar Solar pada sebuah mobil saat peresmian implementasi program Biodiesel 30 persen (B30) di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta, Senin (23/12/2019).

Hasilnya, persentase perubahan daya konsumsi bahan bakar, pelumas, dan emisi gas buang relatif sama antara B20 dan B30 terhadap jarak tempuh kendaraan. Kemudian, opasitas gas buang kendaraan pada penggunaan bahan bakar B30 masih berada di bawah ambang batas ukur dan tidak menunjukkan kenaikan yang signifikan.

Kendaraan berbahan bakar solar (Bo), B30 (monogliserida biodiesel 0,4 persen) dan B30 (monogliserida biodiesel 0,55 persen) dengan waktu didiamkan selama tiga, tujuh, 14 dan 21 hari dapat dinyalakan normal dengan waktu penyalaan sekitar satu detik. Selain itu, kendaraan baru atau yang sebelumnya tidak menggunakan biodiesel cenderung mengalami penggantian filter bahan bakar lebih cepat di awal penggunaan B30 karena efek blocking namun, sesudahnya kembali normal.

Dengan hasil akhir itu, Kementerian ESDM memberikan rekomendasi hingga akhirnya Presiden Jokowi meluncurkan mandatori B30 lebih cepat pada 23 Desember 2019. Presiden Jokowi tahu betul, gesitnya implementasi BBM ramah lingkungan itu akan mendorong perekonomian Indonesia lebih optimal.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengungkapkan ada sejumlah alasan program tersebut harus digenjot yakni Indonesia harus bisa lepas dari ketergantungan bahan bakar fosil yang suatu saat akan habis. Untuk itu, pemerintah gencar mencari sumber-sumber energi baru terbarukan salah satunya dari sawit, sekaligus menjaga bumi dengan energi bersih yang dapat menurunkan kadar emisi karbon.

Penerapan biodiesel juga memberikan efek positif yakni mengurangi ketergantungan Indonesia dengan impor BBM termasuk solar yang tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan selama November 2019, nilai impor migas mencapai 2,13 miliar dolar AS atau naik 21,6 persen jika dibandingkan Oktober 2019. Sedangkan, selama periode Januari-November 2019, nilai impor migas mencapai 19,75 miliar dolar AS atau turun 29,06 persen jika dibandingkan periode sama tahun 2018 mencapai 27,84 miliar dolar AS.

photo
Presiden Joko Widodo (ketiga kiri) bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan), Menteri BUMN Erick Thohir (ketiga kanan), Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (keempat kanan) dan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (kedua kanan) menyaksikan pengisian bahan bakar Solar pada sebuah mobil saat peresmian implementasi program Biodiesel 30 persen (B30) di SPBU Pertamina MT Haryono, Jakarta, Senin (23/12/2019).

Meski menurun, selama 11 bulan tahun ini, BPS mencatat defisit neraca dagang Indonesia dari sektor migas masih tergolong besar mencapai 8,3 miliar dolar AS. Hal ini disebabkan nilai impor migas Januari-November 2019 yang masih lebih tinggi mencapai 19,75 miliar dolar AS dibandingkan ekspor mencapai 11,4 miliar dolar AS.

Di sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sawit terbesar di dunia. Gabungan Pengusaha Kepala Sawit Indonesia (Gapki) menyebutkan per September 2019, produksi minyak sawit mencapai 36 juta ton atau naik 13 persen dibandingkan periode sama tahun 2018 dengan luas lahan sawit di Tanah Air mencapai sekitar 14 juta hektare.

Potensi itu harus dimanfaatkan untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi nasional. Untuk itu, jika penerapan B30 konsisten dilakukan, Presiden Jokowi menyebut potensi devisa negara bisa dihemat mencapai sekitar Rp 63 triliun.

Program B30 juga membawa efek ekonomi yang besar karena permintaan dalam negeri yang meningkat sehingga dampak berlipat dirasakan 16,5 juta petani dan pekebun kepala sawit di Tanah Air. Indonesia juga tahan banting dari tekanan negara asing khususnya terkait kampanye negatif ekspor sawit RI karena pasar di dalam negeri yang besar.

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menambahkan tahun 2019, penghematan devisa dengan biodiesel mencapai Rp 43 triliun dan tahun 2020 meningkat menjadi Rp 63 triliun. Emisi gas rumah kaca, kata dia, bisa dikurangi 14,25 juta ton karbon dioksida dan menambah penyerapan tenaga kerja. Secara total, industri sawit menyerap 16-18 juta orang tenaga kerja dan dengan program B30, menambah tenaga kerja mencapai 1,2-1,4 juta orang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement