EKBIS.CO, JAKARTA -- Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan, penyebaran virus corona yang bersumber dari Kota Wuhan, China inilai dapat berpengaruh pada pelemahan ekonomi dunia, tak terkecuali Indonesia. Dampak pelemahan itu tak lepas dari adanya larangan bepergian dari dan ke China serta penutupan sejumlah akses transportasi.
Peneliti CIPS, Ira Aprilianti mengatakan bawha larangan bepergian dan penutupan sejumlah transportasi tersebut menyebabkan terganggunya kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Hal ini pada akhirnya memengaruhi perekonomian China dan negara-negara yang memiliki hubungan dagang yang erat dengannya.
Ira menambahkan, China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Dengan adanya perlambatan ekonomi, permintaan barang ekspor dari Indonesia ke China juga akan menurun. Begitu pula dengan impor. Indonesia, menurut dia, kemungkinan besar akan mengalami kesulitan mengimpor barang dari China karena melambatnya kegiatan produksi China akibat penyebaran virus corona.
“Contohnya obat-obatan. Indonesia mengimpor bahan baku dari India dan China. Perlambatan ekonomi China akan membuat industri farmasi Indonesia terdampak," kata Ira dalam Siaran Pers diterima Republika.co.id, Kamis (30/1).
Meski demikian, ia mengatakan bisa dikalkulasi berapa besar dampaknya serta bagaimana respon industri untuk mensubstitusi kebutuhan industri.
Berdasarkan data dari Trade map, pada 2018 nilai ekspor Indonesia ke Cina mencapai 17,126 miliar dolar AS dari total nilai ekspor Indonesia senilai 180,215 miliar dolar AS. Nilai ekspor tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2016 dan 2017 yang masing-masing 16,785 miliar dolar AS dan 23,049 miliar dolar AS.
Ira menyampaikan, ada beberapa alternatif untuk mengurangi dampak ekonomi dari penyebaran virus corona bagi Indonesia. Ira menjelaskan, industri harus siap untuk menyesuaikan kondisi pasar yang artinya mencari substitusi atau alternatif negara tujuan ekspor dan negara asal impor sehingga kegiatan produksi dapat terus berjalan.
Industri diharapkan mampu untuk menemukan negara yang memiliki keunggulan komparatif di industri yang bersangkutan. Contohnya, industri diharapkan mampu menemukan alternatif negara destinasi ekspor dan negara yang membutuhkan produk yang diekspor oleh Indonesia, seperti Vietnam atau negara-negara ASEAN.
Selain itu, Indonesia harus mempertimbangkan negara–negara non tradisional yang berpotensi besar untuk menyerap produk–produk ekspornya. Pemerintah harus segera menganalisis dengan baik seputar keuntungan yang selama ini telah diperoleh dari transaksi perdagangan Internasional dengan negara non tradisional.