EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi rilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan ekonomi Indonesia tercatat tumbuh 5,02 persen sepanjang 2019. Angka ini mengalami perlambatan dibanding pertumbuhan ekonomi pada 2018 yang menyentuh 5,17 persen.
Presiden memandang, realisasi pertumbuhan ekonomi seperti yang dicatatkan BPS sudah patut disyukuri. Jokowi menyampaikan, tak mudah bagi Indonesia mempertahankan kinerja pertumbuhan ekonomi di tengah iklim dunia yang mendung.
Perlambatan ekonomi, menurut Jokowi, juga dialami banyak negara lain di dunia. Namun di tengah dinamika tersebut, Jokowi melihat Indonesia masih cukup tangguh menjaga angka pertumbuhan di atas angka 5 persen.
Di antara negara-negara G20, ujar Jokowi, kinerja pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bahkan duduk di peringkat dua di bawah China.
"Patut kita syukuri, yang lain-lain bukan turun, anjlok. Kita ini kalau ngga kita syukuri artinya kufur nikmat. Pertahankan pada posisi yang seperti ini saja sulit sekali," jelas Presiden Jokowi di Istana Negara, Rabu (5/2).
Menurut presiden, yang terpenting dilakukan untuk menghadapi tantangan ekonomi dunia adalah komunikasi yang terus terjaga antara otoritas moneter yakni Bank Indonesia dan pemerintah. Jokowi menilai bahwa kebijakan moneter yang hati-hati oleh BI dan kebijakan perbankan yang pruden oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih diperlukan.
"Sehingga kita juga patut bersyukur bahwa beberapa rating agency juga memberikan kita kenaikan. Misalnya yang terakhir kita lihat misalnya Japan Credit Rating juga memberikan tambahan level yang lebih tinggi kepada kita," jelasnya.
Meski mengalami perlambatan pertumbuhan, ekonomi Indonesia masih diyakini menawarkan 'trust' yang tinggi terhadap para calon investor. Presiden menekankan pentingnya seluruh pemangku kepentingan moneter dan perbankan, serta pemerintah, untuk terus menjaga optimisme ini.
Dalam rilis BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia paling lambat tercatat di kuartal IV 2019, sebesar 4,97 persen. Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, perekonoman global kuartal keempat masih lemah.
Perang dagang China dan AS masih jauh dari selesai meski sudah ada perundingan. Selain itu, ketegangan politik timur tengah mengakibatkan lambatnya perdagangan global dan investasi.
Di sisi lain, harga komoditas nonmigas di pasar internsional pada kuartal keempat ini secara umum menunjukkan peningkatan. Peningkatan itu terjadi baik dibandingkan kuartal ketiga ataupun kuartal keempat 2018.