EKBIS.CO, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana penerbitan surat utang pemulihan atau recovery bonds bagi dunia usaha terdampak Covid-19. Ia menilai skema surat utang pemulihan bagi dunia usaha itu dikhawatirkan bisa mengulangi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang pernah dikucurkan sekitar tahun 1998.
"Tidak perlu lagi melakukan recovery bonds karena risiko cukup bahaya, baik secara ekonomi dan politik," katanya di Jakarta, Senin (30/3).
Menurut dia, tidak ada jaminan bagi dunia usaha yang akan diberikan pinjaman itu tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga memotong gaji dan tunjangan karyawan. "Kalau kami melihat dari kejadian BLBI itu, justru uang likuiditas itu kemungkinan bisa dibawa keluar dari Indonesia atau disalahgunakan. Jadi, kemungkinan besar seperti itu," katanya.
Bhima mengatakan, cara lain untuk membantu dunia usaha yang terdampak Covid-19 adalah mengoptimalkan insentif fiskal, mendorong realokasi anggaran, hingga mengefektifkan insentif yang ada. "Dulu juga begitu bantuan likuiditas. Dulu untuk perbankan, sekarang dunia usaha. Bunga kecil, tapi pokoknya tidak balik. Jadi, ada risiko yang seperti itu. Kita punya pengalaman buruk," ucapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono dalam keterangannya di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (26/3), mengatakan, surat utang pemulihan nantinya diterbitkan untuk Bank Indonesia atau bagi sektor swasta yang masih memiliki likuiditas. Dana dari penerbitan surat utang ini, dia melanjutkan, akan disalurkan kepada dunia usaha melalui pemberian kredit khusus dengan bunga ringan.
Dunia usaha yang bisa mendapatkan kredit khusus itu, menurut dia, harus memenuhi syarat, yaitu tidak boleh melakukan PHK. Apabila melakukan PHK, suatu badan usaha harus tetap mempertahankan 90 persen karyawan dengan gaji yang tidak boleh berkurang.
Sementara itu, terkait landasan hukum penerbitan recovery bonds ini, pemerintah sedang menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). "Ini ada perubahan peraturan karena ada keterbatasan BI yang hanya boleh membeli surat utang dari pasar sekunder," katanya.