Jumat 10 Apr 2020 17:35 WIB

Indef: Puncak Gelombang PHK Diprediksi Terjadi Juni 

Pemerintah perlu segera membuat regulasi turunan dari stimulus ketiga.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
phk (ilustrasi). Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memprediksi, gelombang besar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat tekanan ekonomi sebagai dampak pandemi virus corona baru (Covid-19) terjadi pada Juni. Situasi ini terjadi apabila penyebaran virus belum dapat ditangani dengan baik.
Foto: cbc.ca
phk (ilustrasi). Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memprediksi, gelombang besar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat tekanan ekonomi sebagai dampak pandemi virus corona baru (Covid-19) terjadi pada Juni. Situasi ini terjadi apabila penyebaran virus belum dapat ditangani dengan baik.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memprediksi, gelombang besar Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat tekanan ekonomi sebagai dampak pandemi virus corona baru (Covid-19) terjadi pada Juni. Situasi ini terjadi apabila penyebaran virus belum dapat ditangani dengan baik.

Ekonom Indef Andry Satrio Nugroho menyebutkan, perkiraan tersebut berdasarkan tingkat PHK dan jumlah karyawan yang dirumahkan pada pekan kedua April. Merujuk pada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per Jumat (10/4), sebanyak 1,5 juta orang sudah terkena dampaknya.

Baca Juga

"Ini akan terus bergulir dan puncaknya di akhir kuartal kedua," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat.

Andry menuturkan, kondisi paling ditakutkan sebenarnya bukanlah PHK, melainkan mereka yang dirumahkan. Sebab, korban PHK masih memiliki kesempatan untuk mendapat pesangon, berbeda halnya dengan mereka yang dirumahkan. Mereka terpaksa dirumahkan karena kegiatan produksi di sektor terdampak terus menurun.

Untuk menekan tingkat PHK dan kebijakan dirumahkan dari sektor terdampak, Andry menganjurkan pemerintah memberikan keringanan terkait pembayaran hak dari pekerja. Misal, biaya yang terkait dengan BPJS Kesehatan.

"Pemerintah bisa memberikan relaksasi berupa penangguhan," katanya.

Di sisi lain, perusahaan juga harus terus berdiskusi dengan pekerja untuk membicarakan dispensasi pembayaran hak pekerja selama pandemi Covid-19. Di antaranya, tawar-menawar dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). Khususnya bagi perusahaan kecil yang sekarang sulit mengatur cashflow.

Andry sendiri menilai, pemberian stimulus kedua dan ketiga versi pemerintah belum cukup menjamin pencegahan gelombang PHK. Pemerintah seharusnya memberikan syarat bahwa industri yang menerima tidak melakukan PHK atau meminimalisir PHK.

"Jangan sampai, insentif sudah diberikan, PHK tetap terjadi," tuturnya.

Pemerintah juga perlu cepat membuat regulasi turunan dari stimulus ketiga yang sudah tertuang dalam Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Percepatan dibutuhkan agar ketentuan ini bisa cepat diimplementasikan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement