EKBIS.CO, JAKARTA -- Anjloknya harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI), acuan untuk minyak Amerika Serikat (AS), ke level minus 37,63 dolar AS per barel, Senin (20/4), ternyata tidak memberikan dampak langsung ke Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, penentuan harga bahan bakar minyak di Indonesia mengacu pada publikasi MOPS yang berdasar pada harga minyak jenis Brent, bukan WTI seperti yang menjadi acuan di AS.
"Kaitan dengan Indonesia, basis harga kita MOPS bukan WTI. Dan MOPS ini basisnya adalah Brent. Namun ini memang pasti akan memberikan tekanan. Bagi Indonesia akan memonitor karena terkait dengan kebijakan Biodiesel," ujar Airlangga usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (21/4).
Menurut Airlangga, dampak yang akan dialami Indonesia lebih kepada kebijakan produksi biodiesel. Harga minyak mentah jenis Brent sendiri bergerak di angka 20-30 dolar AS per barel. Terkait anjloknya harga jual minyak mentah di AS, Airlangga menyebutkan bahwa suplai di sana memang berlebih. Ditambah lagi, tanggal 21 April merupakan batas 'delivery future market' minyak mentah WTI oleh produsen minyak AS.
Airlangga menambahkan, kebijakan lockdown atau karantina wilayah yang diterapkan berbagai negara dunia membuat kebutuhan terhadap minyak mentah turun drastis sebesar 25-29 juta barel per hari. Organisasi Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) sudah sepakat memangkas produksi hingga 10 juta barel per hari, namun langkah ini dianggap belum cukup.
"kita tahu di AS jadi produsen besar 13 juta barel oil per day dan mereka mau memangkas 2 juta. Namun kebijakan tersebut, dan pemotongan OPEC 10 juta barel per day itu diperkirakan belum cukup untuk menyerap demand shock dari Covid-19," jelas Airlangga.
Desakan kepada pemerintah untuk menurunkan harga jual BBM di dalam negeri memang semakin deras. Namun alasan di baliknya tidak spesifik disebabkan anjloknya harga minyak WTI di AS. Sebagai acuan MOPS yang dijadikan dasar penentuan harga BBM di Indonesia, harga minyak Brent juga mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir.
Seperti diketahui, ada awal Maret tahun ini terjadi konflik antara negara anggota OPEC dan non-OPEC yang menyebabkan indikasi kelebihan pasokan dan memicu turunnya harga minyak dunia yang tajam. Kejadian ini bersamaan dengan adanya pandemic Covid-19 yang mulai merebak sejak awal 2020.
Melihat pandemi corona yang terjadi, pada awal April OPEC+ sepakat memotong produksi minyak ke pasar dunia sebesar 9,7 juta barel per hari pada Mei dan Juni 2020 dan tidak menutup kemungkinan bisa diperpanjang.
Namun demikian hasil perundingan tersebut masih belum memberi perubahan harga minyak karena permintaan menurun akibat pandemi Covid-19. Kondisi ini diperparah oleh banyak negara menerapkan kebijakan lockdown yang dibayangi melemahnya perekonomian global.