EKBIS.CO, JAKARTA -- Partner Tax Research & Training Services DDTC Bawono Kristiaji menilai, pembaharuan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan menjadi agenda penting pascapandemi Covid-19. Sebab, jenis pajak ini akan menjadi andalan dalam penerimaan Indonesia mengingat sifatnya yang relatif lebih tahan goncangan.
Bawono menjelaskan, PPN sudah menjadi salah satu tumpuan sumber penerimaan pajak sejak krisis keuangan global 2008. PPN dapat kembali menjadi kekuatan dengan dua syarat. "Selama supply shock tidak akan mendistorsi tingkat kenaikan harga secara umum dan daya beli masyarakat tidak terganggu," katanya dalam diskusi Pandemi Covid-19 dan Prospek Pajak ke Depan melalui live streaming, Selasa (21/4).
Hanya saja, Bawono mengakui, bayang-bayang gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat berdampak signifikan pada PPN. Penurunan daya beli masyarakat menjadi faktor utamanya. Terlepas dari ancaman itu, update kebijakan PPN akan menjadi agenda penting setelah pandemi Covid-19 usai.
Harapan besar terhadap PPN terlihat dari banyaknya kebijakan terkait jenis pajak tersebut sejak pascakrisis 2008. Mulai dari peningkatan tarif, perluasan basis maupun pembenahan sistem teknologi informasi untuk menjamin kepatuhannya. "Ke depan, pola yang sama kemungkinan besar terjadi," ujar Bawono.
Selain pembaharuan PPN, Bawono memproyeksi adanya redesain kebijakan untuk sektor kesehatan jadi agenda di masa mendatang. Prediksi tersebut berkaca dari agenda kebijakan pajak di sektor keuangan setelah krisis 2008. Financial transaction tax, bank levy hingga skema interest limitation rule menjadi sorotan.
Tidak hanya kepada sektor kesehatan, Bawono mengatakan, isu mengenai pajak lingkungan dan instrumen fiskal dalam rangka pengendalian eksternalita bisa masuk dalam perhatian pemerintah nantinya. "Sebab, pemerintah umumnya akan mencari penyebab dan mengantisipasi faktor yang sekiranya dapat memicu risiko yang sama di kemudian hari," tuturnya.
Selain itu, kompetisi pajak di tingkat global akan semakin melibatkan jargon kedaulatan fiskal. Bawono menjelaskan, kebijakan pajak yang melindungi kepentingan nasional dan bersifat unilateral sulit terbendung pasca pandemi.
Di sisi lain, distribusi pajak lebih adil akan menjadi tren yang semakin kuat. Misalnya saja penerapan pajak terhadap perusahaan digital dengan konsep significant economic presence yang kini sudah dibahas di tingkat global maupun tiap negara.
Tren berikutnya, Bawono menyebutkan, penggunaan TI akan terus meluas. Tidak hanya terhadap kegiatan pelayanan dan pelaporan pajak, juga meluas ke arah e-audit, e-access hingga penggunaan kecerdasan buatan. "Prinsip administrasi pajak yang berbasis transparansi, efisiensi dan real-time akan didukung penuh oleh TI," ucapnya.