EKBIS.CO, JAKARTA — Pemerintah berencana menerbitkan obligasi dengan denominasi mata uang yen atau Samurai Bonds. Penerbitan instrumen tersebut saat ini sedang dalam tahap pembahasan sembari mempertimbangan situasi pasar.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan, pihaknya sedang dalam tahap pipeline untuk menerbitkan Samurai Bonds. "Tapi, kita terus monitor perkembangan market," ujarnya dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Rabu (20/5).
Luky mengatakan, pihaknya belum bisa menyebutkan kapan dan ukuran penerbitan Samurai Bonds secara pasti. Hal ini bergantung pada situasi market. Apabila sudah kondusif dan bisa mendapatkan harga yang baik, maka pemerintah akan menerbitkannya.
Sifat oportunistik ini disebutkan Luky tidak hanya diterapkan pada penerbitan Samurai Bonds, juga instrumen surat utang global lain seperti Global Sukuk. "Kita selalu pantau, monitor market. Ketika ada kesempatan, kondusif, kita akan masuk," katanya.
Sebelumnya, Luky sempat mengatakan, penerbitan SBN reguler tahun ini akan memenuhi untuk menutupi defisit tahun ini (above the line). Artinya, pemerintah tidak akan menerbitkan instrumen khusus seperti Pandemic Bonds yang sempat disebutkan beberapa waktu lalu.
SBN reguler yang dimaksud Luky adalah SBN dengan penerbitan tiap dua pekan dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) maupun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Sampai dengan akhir April, hasil penerbitan SBN neto sudah mencapai Rp 376,5 triliun atau bertambah Rp 130an triliun lebih dibandingkan akhir Maret.
Jumlah tersebut telah termasuk penjualan tiga seri SUN dalam denominasi dolar AS senilai 4,3 miliar dolar AS atau Rp 69 triliun. Sampai akhir tahun, pemerintah masih menargetkan penerbitan Samurai Bonds dan Global Sukuk.
Sebelumnya, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kemenkeu Riko Amir menyebutkan, total kebutuhan pembiayaan pemerintah setahun ini adalah Rp 1.439,8 triliun.
Terdiri dari Rp 1.006,4 triliun dari pembiayaan utang neto dan pembiayaan defisit Rp 852,9 triliun. Selain itu ada investasi Rp 153,5 triliun dan sisanya, Rp 433,4 trilun untuk pembiayaan utang bruto.
Dari total kebutuhan Rp 1.439,8 triliun, sebanyak Rp 856,8 triliun di antaranya dipenuhi melalui penerbitan SBN. "Pada kuartal kedua hingga keempat, kami targetkan rata-rata lelang antara Rp 35 triliun hingga Rp 45 triliun,” kata Riko.