EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, besaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 30 April 2020 sebesar Rp 74,5 triliun atau 0,44 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, defisit pada bulan lalu masih lebih baik dibandingkan kondisi April 2019.
"Tahun lalu, mencapai angka Rp 100,3 triliun atau 0,63 persen dari PDB," ujarnya dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Rabu (20/5).
Pendapatan negara pada April 2020 tercatat sebesar Rp 549,5 triliun atau 31,2 persen terhadap target APBN Perubahan 2020. Pendapatan negara masih tumbuh 3,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Pertumbuhan ini dikarenakan adanya kenaikan penerimaan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai hingga 16,7 persen dibandingkan tahun lalu akibat beberapa kebijakan baru.
Di sisi lain, pendapatan negara dari pajak mengalami kontraksi 3,1 persen menjadi Rp 376,7 triliun. Perlambatan aktivitas ekonomi akibat pandemi Covid-19 menyebabkan pendapatan berbagai sektor mengalami tekanan sehingga mengurangi setoran pajak.
Suahasil mengatakan, pengurangan kegiatan ekonomi masih berlangsung hingga Mei yang berarti kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pajak diprediksi terus mengalami tekanan. "Ada kemungkinan ke depan (penerimaan pajak) melemah lagi," tuturnya.
Sementara itu, belanja negara juga tumbuh negatif 1,4 persen (yoy). Suahasil menjelaskan, penyebabnya adalah realokasi anggaran, terutama belanja barang, untuk memprioritaskan belanja di bidang kesehatan, bantuan sosial, dan dukungan terhadap dunia usaha.
Pemerintah kembali memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini dari semula Rp 852,9 triliun atau 5,07 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi Rp 1.028,5 triliun. Besaran defisit yang baru setara dengan 6,27 persen terhadap PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pelebaran defisit dikarenakan proyeksi pendapatan negara yang mengalami kontraksi hingga 13,6 persen dari yang diperkirakan terakhir. Semula, dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur APBN Tahun Anggaran 2020 pemerintah menetapkan pendapatan negara dapat mencapai Rp 1.760,9 triliun yang kini harus ditekan menjadi Rp 1.691,6 triliun.
Sri mengatakan, kontraksi pendapatan dikarenakan pemerintah memberikan insentif pajak kepada dunia usaha. "Selain itu, adanya pelemahan ekonomi di semua sektor," katanya.