EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Keuangan mencatat, realisasi pembiayaan utang pemerintah per April 2020 mencapai Rp 223,8 triliun. Nilai ini tumbuh 53,7 persen jika dibandingkan realisasi April tahun lalu yang sebesar Rp 145,6 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, kenaikan itu dikarenakan beban belanja pemerintah tahun ini lebih besar seiring kebijakan penanganan pandemi Covid-19. "Kami memastikan ketersediaan anggaran untuk belanja yang pasti akan lebih besar untuk penanganan Covid-19. Jadi, ini adalah bagian dari upaya kita berjaga-jaga," tuturnya dalam konferensi pers kinerja APBN, Rabu (20/5).
Realisasi pembiayaan utang bulan lalu tersebut setara dengan 22,2 persen dari postur APBN terbaru dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020.
Secara lebih detail, realisasi pinjaman (neto) mencapai negatif Rp 7,8 triliun dari target positif Rp 7 triliun dalam postur APBN 2020. Suahasil menjelaskan, ke depannya, pemerintah akan lebih mengoptimalkan agar pinjaman menjadi bagian dari pembiayaan anggaran yang membantu perekonomian berjalan lebih baik.
Tapi, Suahasil menegaskan, angka realisasi dan target APBN masih dapat berubah seiring kebijakan penanganan pandemi Covid-19. Dalam waktu dekat, pemerintah sudah berencana melakukan pembahasan dengan DPR untuk membuat perubahan postur APBN kedua melalui revisi Perpres 54/2020.
"Saya mengingatkan, melihat kesiapan APBN untuk memastikan penanganan krisis Covid-19, maka kita terus lakukan estimasi seperti apa yang dibutuhkan untuk negara," kata Suahasil.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman menyebutkan, realisasi utang penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sampai bulan lalu sudah mencapai Rp 376,5 triliun.
Sedangkan, Luky menambahkan, total pinjaman yang sudah ditarik pemerintah sebesar Rp 19,3 triliun.
"Jadi, totalnya Rp 395,8 triliun," ujarnya, dalam kesempatan yang sama.
Samurai bonds
Pemerintah berencana menerbitkan obligasi dengan denominasi mata uang yen atau Samurai Bonds. Penerbitan instrumen tersebut saat ini sedang dalam tahap pembahasan sembari mempertimbangan situasi pasar.
Luky mengatakan, pihaknya sedang dalam tahap persiapan untuk menerbitkan obligasi tersebut. "Tapi, kita terus monitor perkembangan market," ujarnya.
Luky mengatakan, pihaknya belum bisa menyebutkan kapan dan ukuran penerbitan Samurai Bonds secara pasti. Menurutnya, hal ini bergantung pada situasi pasar. Apabila sudah kondusif dan bisa mendapatkan harga yang baik, maka pemerintah akan menerbitkannya.