Senin 15 Jun 2020 17:00 WIB

Apindo Dukung Aturan Dua Shift Kerja, Asalkan

Apindo minta perusahaan leluasa menerapkan shift kerja selama PSBB transisi.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Ratna Puspita
Antrean calon penumpang bus Transjakarta setelah penerapan PSBB transisi. Asosiasi Perusahaan Indonesia (Apindo) meminta kebijakan shift kerja selama fase PSBB transisi tidak dipaksakan kepada perusahaan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Antrean calon penumpang bus Transjakarta setelah penerapan PSBB transisi. Asosiasi Perusahaan Indonesia (Apindo) meminta kebijakan shift kerja selama fase PSBB transisi tidak dipaksakan kepada perusahaan.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Asosiasi Perusahaan Indonesia (Apindo) tidak keberatan dan mendukung kebijakan dua shift kerja agar tidak terjadi penumpukan penumpang di KRL Jabodetabek. Asalkan, Apindo menyatakan, kebijakan shift kerja selama fase pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi tidak dipaksakan kepada perusahaan. 

Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, Apindo memahami bahwa kebijakan ini dikeluarkan untuk memonitor trafik pergerakan manusia sepanjang masa transisi ini. Hal ini agar transisi new normal pun menjadi lebih sukses tanpa menciptakan gelombang kedua pandemi di Indonesia. 

Baca Juga

"Namun, kami berharap perusahaan tetap diberikan kebebasan untuk menyesuaikan diri dan fleksibilitas ruang gerak untuk mengatur mobilitas pekerjanya sesuai dengan kebutuhan produktifitas dan perhitungan efisiensi biaya di perusahaan," ujar Shinta kepada Republika.co.id, Senin (15/6). 

Shinta menjelaskan, sejauh ini shift jam kerja seperti ini tidak banyak dilakukan di perusahaan. Karena itu, menurut Shinta, aturan ini tidak bisa dipaksakan untuk diterapkan, karena belum tentu sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan belum tentu nyaman bagi karyawan. 

Ia menerangkan sistem shift biasanya hanya jenis usaha tertentu yang memiliki jam kerja yang panjang seperti retail, pabrik (khususnya pabrik yang beroperasi 24 jam), logistik, jasa kesehatan, dan lainnya.  "Ini pun bentuk pengaturan shifting-nya tidak seperti yang diusulkan karena disesuaikan dengan kebutuhan operasional perusahaan," ujar Shinta.

Untuk industri lain yang tidak memerlukan jam kerja panjang seperti perkantoran, operasional dilakukan pukul 09.00 hingga 17.00 WIB. Jika perkantoran harus mengikuti ketetapan pemerintah memberlakukan dua shift, yakni pukul 07.00-07.30 WIB sampai pukul 15.00-15.30 WIB dan pukul 10.00-10.30 WIB sampai pukul 18.00-18.30 WIB, maka tidak efisien bagi perusahaan.

Apalagi, Shinta mengungkapkan, sebagian besar perusahaan sebenarnya masih menerapkan metode kerja PSBB dalam satu pekan terakhir. Metode kerja tersebut, yakni mengoptimalkan bekerja dari rumah (work from home/WFH) bila kondisi atau fungsi kerjanya memungkinkan. 

Selain itu, ada perusahaan yang memberikan fleksibilitas jam masuk dan jam pulang bagi pekerja, dengan catatan lama waktu kerja tidak berubah). Hal-hal lain, yakni koordinasi/meeting masih secara online, shifting pekerja dengan menerapkan selang seling per hari untuk menciptakan cukup space di kantor. 

"Ini berjalan cukup efektif bagi perusahaan," kata Shinta.

Shinta kembali menegaskan kebijakan baru ini tidak akan menjadi beban jika tidak dipaksaaan. Pemerintah tetap memberikan ruang gerak bagi perusahaan. 

Dengan demikian, perusahaan dapat melakukan penyesuaian dengan kebutuhannya masing-masing. "Kalau seperti itu, pelaksanaanya akan kami dukung penuh," ujarnya. (Idealisa Masyrafina)

Gugus Tugas Covid-19 mengusulkan agar jam kerja perusahaan dijadikan dua shift untuk menghindari penumpukan di transportasi umum. Kebijakan pembagian dua shift ini tertuang dalam surat edaran gugus tugas nomor 8 tahun 2020 tentang pengaturan jam kerja di wilayah Jabodetabek. 

Pada shift pertama, yakni masuk pukul 07.00-07.30 WIB dan pulang pukul 15.00-15.30 WIB, dan shift kedua, masuk pukul 10.00-10.30 WIB dan pulang pukul 18.00-18.30 WIB, ada jeda minimal 3 jam antar-shift. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh instansi pemerintah, BUMN, dan swasta. 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement