EKBIS.CO, JAKARTA – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani meminta pemerintah mempercepat implementasi stimulus terhadap sektor riil, terutama mengenai modal kerja. Apabila tidak ada langkah konkrit, tingkat permintaan dunia usaha, terutama UMKM, untuk restrukturisasi diperkirakan mencapai lebih dari Rp 2.500 triliun pada akhir tahun.
Berdasarkan catatannya, Rosan menyebutkan, tingkat permintaan restrukturisasi dari UMKM saat ini sudah berada pada level Rp 1.350 triliun. Angka tersebut setara dengan 25 persen dari alokasi pinjaman perbankan yang saat ini mencapai Rp 5.700 triliun. Sebanyak Rp 695 triliun dari permintaan tersebut telah disetujui.
Jika implementasi stimulus modal kerja berjalan lambat, Rosan memprediksi, angka pengajuan restrukturisasi bisa berada pada level Rp 5.700 triliun pada Desember. "Bisa berkembang sampai Rp 2.500 triliun sampai Rp 2.800 triliun pada akhir tahun," katanya dalam Keterangan Pers Mengenai Rapat Koordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Asosiasi Pengusaha secara live streaming, Kamis (2/7).
Tingginya pertumbuhan permintaan restrukturisasi berpotensi mengganggu kinerja perbankan. Apalagi, Rosan menyebutkan, bank-bank non Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4 kini mulai menghadapi permasalahan likuiditas. Berbeda halnya dengan bank besar yang juga sudah digambarkan OJK berada dalam situasi sangat baik.
Rosan menambahkan, modal kerja sangat dibutuhkan bagi UMKM maupun dunia usaha secara umum untuk bergerak kembali mengingat adanya tekanan besar pada sisi supply maupun demand. "Proses restrukturisasi yang sudah berjalan tidak akan lebih optimal tanpa ada suntikan modal kerja dari pihak perbankan," tuturnya.
Rosan menyebutkan, implementasi modal kerja yang lambat dapat menyebabkan disrupsi besar pada dunia usaha. Termasuk berpotensi mendorong dunia usaha yang kini sudah mengalami kelumpuhan sementara ke ‘jurang’ kelumpuhan secara permanen.
Bersama asosiasi pengusaha lain, Rosan menganjurkan agar pemerintah memberikan penjaminan modal kerja sekitar 80 persen sampai 90 persen. Sedangkan, sisanya, diberikan dari perbankan. Skema serupa juga sudah dilakukan di negara tetangga.
Dengan cara tersebut, Rosan menilai, moral hazard dapat dicegah karena pemerintah tidak memberikan likuiditas secara langsung kepada perbankan. Pemerintah hanya terlibat dalam penjaminan yang juga menjadi aspek sangat penting dalam pembiayaan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, modal kerja memang masih menjadi permasalahan besar saat ini. dunia usaha masih belum melihat arahan jelas dari implementasinya. "Apakah ini dialokasikan, belum jelas antara iya atau tidak," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Dalam pertemuan dengan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, asosiasi pengusaha juga menyinggung penempatan dana pemerintah sebesar Rp 30 triliun di Himpunan Bank Negara (Himbara). Kadin dan Apindo baru memahami, penempatan dana tersebut ditujukan untuk UMKM.
Padahal, Hariyadi menyampaikan, korporasi dengan ukuran lebih besar juga membutuhkan tambahan stimulus yang tidak kalah kecil. “Kami masih butuh langkah lebih lanjut dari pemerintah bagaimana stimulus untuk mendorong supaya korporasi bisa segera bergulir kembali,” ujarnya.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani Maming menambahkan, pengusaha juga mengusulkan kepada OJK untuk ikut menghadirkan dan melibatkan pemangku kepentingan lain dalam rapat yang akan diadakan secara rutin tersebut. Sebab, koordinasi lintas kementerian/ lembaga dinilainya masih menjadi hambatan bagi dunia usaha.