EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah berencana melakukan redenominasi rupiah. Mata uang nasional akan disederhanakan dengan mengurangi jumlah nol tanpa mengurangi nilanya seperti uang Rp 1000 menjadi Rp 1.
Menurut Direktur Riset Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah rencana tersebut memerlukan persiapan waktu yang panjang sekitar empat sampai lima tahun. Padahal pembahasan tersebut sudah lama disepakati namun tidak bisa direalisasikan hingga saat ini.
“Hal ini juga harus ada kesepakatan politiknya dulu, diwujudkan dalam bentuk undang-undang kemudian bisa dilaksankana diawali prosesnya,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (9/7).
Piter mengatakan jika undang-undang redenominasi telah diwujudkan maka Bank Indonesia dan pemerintah bisa memulai dengan proses persiapan. Pertama melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai redenominasi.
“Ini memakan waktu karena sampai saat ini banyak yang tidak paham dan mengerti. Proses edukasi diperkirakan setahun,” ucapnya.
Kedua Bank Indonesia mempersiapkan dengan pertama mencetak uang yang disebut rupiah baru atau rupiah yang akan diredenominasikan misal Rp 1000 menjadi Rp 1, sehingga Bank Indonesia mencetak uang baru (rupiah baru) besarannya Rp 1 tetapi uang lama tetap dicetak Rp 1000.
“Hal tersebut bertujuan agar nanti di pasar akan ada uang rupiah baru maupun rupiah yang sekarang. Harga-harga barang di pasar akan ditawarkan dalam dua mata uang ini, misal kalau bayar pakai uang lama sebesar 1000 rupiah kalau pakai uang baru satu rupiah,” jelasnya.
Menurut Piter langkah tersebut memakan waktu sekitar dua tahun, jika sudah berjalan lancar maka masyarakat dianggap sudah masyarakat paham dan bisa menerima redenominasi.
“Maka uang yang baru dan uang yang lama akan ditarik diganti dengan uang rupiah benar-benar baru. Inilah redenominasi sudah berjalan. Jadi tidak ada lagi uang lama, uang baru, dan yang ada hanya rupiah yang sudah diredenominasi,” ucapnya.