EKBIS.CO, JAKARTA -- Merger bank-bank syariah akan memiliki sejumlah tantangan ke depan. Peneliti Ekonomi Syariah SEBI School of Islamic Economics, Azis Budi Setiawan menyampaikan keputusan Kementerian BUMN untuk melaksanakan merger PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah memiliki sejumlah catatan yang perlu diperhatikan.
"Tarik menarik diteknis biasanya jadi penghambat, harus terus dikawal karena khawatirnya juga maju mundur lagi," katanya kepada Republika.co.id, Senin (6/7).
Azis menjabarkan, merger akan berdampak pada efisiensi dan skala ekonomi, tetapi belum langsung meningkatkan pangsa pasar bank syariah. Pangsa pasar bank syariah masih akan bertahan dibawah tujuh persen dan hal ini akan berdampak pada ekosistem yang masih tidak menguntungkan untuk akselerasi industri perbankan, keuangan dan ekonomi syariah secara luas.
Kebijakan merger tetap menuntut kebijakan untuk memperbesar pangsa bank syariah. Kebijakan ini masih akan ditagih oleh publik. Potensi nilai total aset bank syariah hasil merger akan mencapai Rp 210,5 triliun. Skala ini akan mencapai pangsa 40 persen dari total seluruh aset bank syariah.
"Meski seolah sudah sangat besar perlu diingat bahwa posisi ini masih jauh dibawah aset lima bank nasional terbesar," katanya.
BRI memiliki aset Rp 1.287 triliun, Bank Mandiri Rp 1.131 triliun, Bank BCA Rp 916 triliun, Bank BNI Rp 788 triliun, dan Bank BTN Rp 306 triliun. Jadi, bank syariah hasil merger tetap perlu disuntik permodalan dan meningkatkan asetnya lebih besar agar mampu bersaing dengan bank umum papan atas tersebut.
Idealnya kedepan perlu ada Bank Syariah yang masuk rangking tiga besar agar bisa berkompetisi lebih ideal. Selain itu, status bank hasil merger juga perlu diperjelas. Penting agar status bank syariah tersebut bisa menjadi bank BUMN, bukan anak perusahaan.
Bank syariah masih hanya menjadi anak perusahaan bank BUMN konvensional jika tidak ditarik menjadi milik negara. Pemegang saham akan tetap perusahaan BUMN. Pemegang saham Mandiri Syariah adalah Bank Mandiri, BRI Syariah mayoritas pemegang sahamnya Bank BRI, dan BNI Syariah oleh Bank BNI.
"Status anak perusahaan akan menyulitkan pengambilan keputusan yang lebih mandiri dan kuat," katanya.
Selain itu, secara strategis status bukan bank BUMN akan menyulitkan untuk bisa mengakses langsung Penyertaan Modal Negara (PMN) dan fasilitas-fasilitas pendanaan seperti penempatan likuiditas dana pemerintah yang baru-baru ini Rp 30 triliun untuk bank BUMN.