EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan sebesar 3,11 persen pada Juni 2020. Adapun peningkatan NPL bersumber dari sektor perdagangan besar, pengolahan, dan rumah tangga sebesar 57 persen dari total kredit.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan NPL sektor perdagangan sebesar 4,59 persen, sektor pengolahan sebesar 4,57 persen, dan sektor rumah tangga sebesar 2,32 persen.
Berdasarkan jenis pengunaan kredit, NPL tertinggi pada kredit modal kerja sebesar 3,96 persen, NPL kredit investasi dan kredit konsumsi masing-masing meningkat menjadi 2,58 persen dan 2,22 persen.
“Slightly meningkat dan ini adalah betul-betul nasabah yang memang kenyataannya mengalami peningkatan tetapi tidak dalam konteks restrukturisasi,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Selasa (4/8).
Adapun tren peningkatan NPL terjadi sejak akhir 2019 berada pada posisi 2,53 persen, kemudian Maret 2020 sebesar 2,77 persen. Posisi NPL terus naik menjadi 2,89 persen pada April 2020, Mei 2020 sebesar 3,01 persen, dan Juni 2020 sebesar 3,11 persen.
Kendati demikian, di tengah penurunan penyaluran kredit akibat pandemi Covid-19, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) sebesar 22,59 persen pada Juni 2020. Adapun peningkatan CAR terjadi karena adanya penurunan penyaluran kredit.
“Kami melihat permodalan perbankan dengan NPL masih kaut. Juni 22,59 persen (CAR), tidak jauh berbeda dengan angka-angka sebelumnya,” ucapnya.
Wimboh menyebut penyaluran kredit perbankan mulai membaik pada Juli 2020 dengan pertumbuhan 2,27 persen setelah bulan sebelumnya mencapai titik terendah sebesar 1,49 persen. Adapun rinciannya, angka pertumbuhan penyaluran kredit per 23 Juli 2020 dengan nilai Rp 5.576 triliun.
“Pertumbuhan kredit pada Juli 2020 dibandingkan dengan kondisi bulan sebelumnya didorong oleh penempatan dana murah oleh pemerintah ke industri perbankan,” ucapnya.
Pemerintah saat ini telah menempatkan dana senilai Rp 30 triliun dengan leverage penyaluran kredit tiga kali lipat dan di BPD senilai Rp 11,5 triliun dengan leverage dua kali lipat. Menurutnya, penempatan dana pemerintah tersebut akan semakin mendorong penyaluran kredit.
Bahkan, pada September 2020 nanti pertumbuhan penyaluran kredit akan lebih meningkat lagi seiring dengan realisasi penyaluran kredit dari penempatan dana pemerintah. Hingga 27 Juli 2020, realisasi penyaluran kredit dari penempatan dana pemerintah telah mencapai Rp 49,7 triliun.
Adapun realisasi tersebut mencapai 165,5 persen terhadap alokasi dana atau Rp 41,1 triliun dari target distribsusi Rp 121 triliun.
“Pemerintah tempatkan dana di Himbara dan BPD, ini juga salurkan di-leverage, bahkan ditambah bagi bank-bank yang terima simpanan pemerintah tadi untuk dorong perkreditan," ucapnya.
Ke depan OJK optimistis pertumbuhan kredit akan semakin meningkat karena adanya penjaminan yang biayanya dibayarkan oleh pemerintah. Selain itu, sektor UMKM juga tetap mendapatkan subsidi bunga.
“Kami meminta industi perbankan untuk lebih proaktif dalam menualurka kredit. Apalagi adanya penempatan dana pemerintah diharapkan bisa memberikan ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit,” ucapnya.