Selasa 18 Aug 2020 05:26 WIB

'Stimulus PEN Kecil, Penyerapan Lambat, dan Tidak Efektif'

Penyerapan lamban menunjukan tidak sinkronnya kesiapan anggaran dan birokrasi.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Alokasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Foto: Tim infografis Republika
Alokasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pemerintah masih punya sejumlah pekerjaan rumah dalam upaya pemulihan ekonomi nasional. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara menyampaikan pemerintah masih harus fokus pada penyerapan anggaran yang sangat lambat.

"Meski dana pemulihan ekonomi sudah terealisasi tapi masih cukup rendah, apalagi anggaran kesehatan," katanya kepada Republika.co.id, Senin (17/8).

Penyerapan anggaran kesehatan baru sekitar delapan persen dari yang dianggarkan, sementara untuk UMKM sekitar 26 persen. Bhima mengatakan, penyerapan lamban ini menunjukan tidak sinkronnya antara kesiapan anggaran dan birokrasi.

Sistem birokrasi yang masih tetap gagap membuat upaya pemulihan ekonomi tersendat. Menurutnya, ini bisa berdampak negatif pada upaya mengangkat pertumbuhan ekonomi dari zona negatif di kuartal III 2020. Jika gagal mencapai pertumbuhan positif, maka Indonesia akan masuk jurang resesi.

"Birokrasi masih gagap, dari validasi data, teknis koordinasi ini sampai Agustus pun belum efektif," katanya.

Bhima memproyeksikan pertumbuhan di kuartal III masih akan cukup rendah apalagi jika realisasi pemulihan ekonomi nasional tidak banyak membantu. Padahal upaya penanganan pandemi bertujuan mengembalikan kepercayaan konsumen.

Di sisi lain, jumlah stimulus terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia juga termasuk salah satu yang cukup rendah di Asia. Rasionya hanya sekitar empat persen, lebih rendah dibandingkan Malaysia yang sekitar 20 persen dan Singapura sebesar 13 persen pada PDB.

"Di satu sisi penyerapan anggaran minim, alokasi anggaran pun relatif kecil," katanya.

Bhima juga menyayangkan semakin rendahnya alokasi anggaran PEN pada 2021 yang sekitar Rp 300 triliun. Menurutnya, situasi pada 2021 akan membutuhkan dana ketahanan ekonomi dan pandemi yang cukup besar.

Penyaluran stimulus melalui perbankan juga dinilai tidak efektif dan malah kanibalisme. Mayoritas stimulus untuk UMKM disalurkan melalui perbankan besar yang jarang menyentuh sektor usaha mikro dan kecil.

"Pada akhirnya ini hanya menyelamatkan beban bank saja," katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement