EKBIS.CO, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendukung pencapaian target penurunan emisi. Khususnya untuk mencapai target penurunan emisi 29 persen pada 2030, sesuai dengan Nationally Determined Contribution (NDC) yang sudah ditetapkan Indonesia.
Salah satu kebijakan yang disebutkan Sri adalah dengan climate budget tagging, yakni penandaan anggaran belanja Kementerian/ Lembaga terkait aktivitas perubahan iklim. "Seperti diketahui, Indonesia dengan komitmennya membutuhkan dana sangat besar dalam rangka bisa menjalankan NDC. Untuk itu, Kemenkeu sudah mengembangkan climate budget taggingnya," ucap Sri dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (27/8).
Climate budget tagging sudah dilakukan sejak 2016. Sri mencatat, dalam lima tahun terakhir, rata-rata alokasi anggaran untuk mengatasi perubahan iklim sebesar Rp 89,6 triliun per tahun. Besaran tersebut berkontribusi 34 persen dari total kebutuhan pembiayaan yang teridentifikasi mencapai Rp 3.461 triliun selama lima tahun atau rata-rata Rp 266,2 triliun per tahun.
Kebijakan lain yang dikeluarkan adalah memberikan insentif perpajakan melalui berbagai bentuk. Misalnya, tax holiday untuk industri pionir dan tax allowance untuk sektor energi terbarukan. Pembebasan bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga diberikan untuk sektor energi terbarukan, termasuk panas bumi.
Pemerintah juga melakukan belanja mitigasi dan adaptasi. Di antaranya melalui belanja kementerian/ lembaga untuk perubahan iklim. Selain itu, adanya mekanisme Dana Insentif Daerah (DID) yang memperhitungkan kemampuan menjaga lingkungan hidup melalui Transfer Fiskal Berbasis Ekologi dan pengelolaan sampah.
Sri menjelaskan, pihaknya juga melakukan berbagai inovasi pembiayaan seperti penerbitan Green Sukuk. Surat Utang Negara (SUN) ini berbasis syariah dan berbasis pada climate change atau proyek-proyek yang sejalan dengan komitmen perubahan iklim.
Pada tahun lalu, pemerintah menerbitkan green sukuk global senilai 2 miliar dolar AS yang dilanjutkan kembali pada tahun ini dengan nilai 750 juta dolar AS. Pemerintah juga mengeluarkan green sukuk retail yang dimulai pada 2019 dan berhasil mengumpulkan Rp 1,46 triliun.
Dengan pencapaian tersebut, Sri menyebutkan, daya tarik individu Indonesia maupun luar negeri terhadap green sukuk terbilang tinggi. "Perhatian untuk bisa mendanai kegiatan-kegiatan yang dianggap pro lingkungan, ternyata appetite-nya sangat besar," ucapnya.
Kemenkeu melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) juga membentuk SDG Indonesia One, atau platform pendanaan campuran. Platform ini memfasilitasi inisiatif filantropi, agen donor internasional hingga Multilateral Development Banks (MDBs) yang berhubungan dengan perubahan iklim atau SDG.
Terakhir, Sri menjelaskan, Kemenkeu juga mendukung langkah-langkah antisipasi perubahan iklim melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Badan ini mengelola dana-dana yang diperoleh dalam rangka implementasi program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation+ (REDD+) maupun mendukung konservasi dan manajemen lingkungan.