EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong peningkatan daya saing Industri Kecil Menengah (IKM) kosmetik dan produk herbal, melalui pengembangan desain pengemasan. Pelaku IKM dinilai, perlu menyiapkan diri dengan bekal pengetahuan tentang cara produksi dan pengemasan yang baik, sehingga menghasilkan produk aman, bermutu dan berkualitas, serta memenuhi standar pemasaran.
“Tren kemasan untuk produk kosmetik dan produk herbal saat ini mulai berkembang menjadi ramah lingkungan. Di antaranya menggabungkan tutup kemasan natural atau tidak berwarna atau non-logam, tutup kemasan dari bambu, serta plastik daur ulang berkualitas tinggi,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, Senin (14/9).
Guna mengikuti tren tersebut demi meningkatkan kualitas desain kemasan, Ditjen IKMA Kemenperin menyelenggarakan webinar tentang tren kemasan bagi IKM kosmetik dan produk herbal, beberapa waktu lalu. “Dengan meningkatnya penggunaan kosmetik dan produk herbal, memacu produsen berkreasi merancang kemasan menarik, sehingga fungsi utama dari kemasan tidak hanya menjaga produk, namun juga kemasan dapat menjadi faktor cukup penting sebagai alat pemasaran,” jelas Gati.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap produk kecantikan dan perawatan tubuh, kata dia, diperkirakan menjadi pemicu pertumbuhan industri kosmetik di dalam negeri. “Seiring perkembangan zaman, industri kosmetik tidak hanya menjadi kebutuhan primer kaum wanita, tetapi juga mulai berinovasi pada produk kosmetik untuk pria dan anak-anak,” ujarnya.
Hingga 2019, Kemenperin mencatat terdapat 797 industri kosmetik nasional. Angka ini naik, dari 760 perusahaan pada tahun sebelumnya. Sebanyak 95 persen dari total industri kosmetika nasional tersebut merupakan sektor IKM.
“Banyak produsen kosmetik dan produk herbal mulai memperhatikan masalah perlindungan lingkungan. Sekaligus mempertimbangkan perlindungan lingkungan saat memilih bahan kemasan kosmetik,” tutur Gati.
Ia melanjutkan, ada pula tren masyarakat menggunakan produk dari bahan alami atau back to nature, sehingga membuka peluang munculnya produk kosmetik berbahan alami, seperti produk spa dan masker wajah. “Tren memadukan jamu dengan produk kecantikan juga ikut menggerakkan pasar kosmetik dan personal care,” tuturnya.
Gati menambahkan, industri pengemasan saat ini tidak bisa dipisahkan dari dunia industri secara umum. Seiring meningkatnya industrialisasi yang telah melangkah ke era industri 4.0, tentunya industri pengemasan bergeliat lebih cepat lagi.
Berdasarkan data dari Indonesia Packaging Federation pada 2020, kinerja industri kemasan di Indonesia diproyeksi tumbuh berkisar 6 persen pada 2020 dari nilai realisasi tahun lalu sebesar Rp 98,8 triliun. Ditinjau dari materialnya, kemasan yang beredar sebesar 44 persen dalam bentuk kemasan flexible, 28 persen kemasan paperboard, dan 14 persen kemasan rigid plastic.
“Proporsi ini diyakini akan meningkat lebih tinggi dibandingkan jenis kemasan lainnya, didorong oleh pesatnya peningkatan pasar digital yang membuat mobilitas produk semakin tinggi,” ujar Gati. Karakteristik ketiga kemasan tersebut, menurutnya, dari sisi ekonomi dan daya tahan membuatnya menjadi pilihan lebih baik.
“Dengan mengikuti webinar tren kemasan ini, diharapkan dapat meningkatkan daya saing sektor IKM khususnya produsen kosmetik dan produk herbal. Dari segi kemasan yang menarik dengan kualitas memenuhi standar, kemasan selain berfungsi mewadahi atau membungkus produk, dapat juga sebagai sarana promosi serta informasi dari produk tersebut sekaligus meningkatkan citra, daya jual dan daya saing,” jelas Gati.