Rabu 16 Sep 2020 19:18 WIB

ADB: Asia Hadapi Resesi Pertama dalam Enam Dekade

China jadi satu dari sebagian kecil ekonomi Asia yang berhasil melawan tren negatif.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Indonesia akan hadapi resesi ekonomi. Ekonomi berkembang di kawasan Asia akan mengalami kontraksi 0,7 persen sepanjang 2020 akibat tekanan yang ditimbulkan pandemi Covid-19. Ini akan menjadi pertumbuhan negatif pertama kalinya di kawasan Asia sejak awal 1960an.
Foto: Republika
Indonesia akan hadapi resesi ekonomi. Ekonomi berkembang di kawasan Asia akan mengalami kontraksi 0,7 persen sepanjang 2020 akibat tekanan yang ditimbulkan pandemi Covid-19. Ini akan menjadi pertumbuhan negatif pertama kalinya di kawasan Asia sejak awal 1960an.

EKBIS.CO,  MANILA -- Ekonomi berkembang di kawasan Asia akan mengalami kontraksi 0,7 persen sepanjang 2020 akibat tekanan yang ditimbulkan pandemi Covid-19. Ini akan menjadi pertumbuhan negatif pertama kalinya di kawasan Asia sejak awal 1960an.

Prediksi tersebut disampaikan Asian Development Bank (ADB) dalam Asian Development Outlook (ADO) 2020 Update yang dirilis Selasa (15/9).

Baca Juga

Tren pemulihan akan berlanjut pada tahun depan seiring membaiknya kawasan Asia dari kehancuran perekonomian akibat virus corona. ADB memproyeksikan, Asia mampu tumbuh 6,8 persen pada 2021 karena pertumbuhan akan diukur dari basis yang relatif lemah pada tahun ini.

Prediksi ADB menggambarkan, output Asia pada tahun depan masih berada pada level di bawah proyeksi sebelum Covid-19. Artinya, tren pemulihan akan lebih mengarah pada bentuk huruf “L” (L-shape), bukan huruf “V” (V-shape).

Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada mengatakan, sebagian besar perekonomian di kawasan Asia dan Pasifik akan sulit mengalami pertumbuhan sampai dengan akhir tahun 2020. Ancaman ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi masih besar karena gelombang pertama yang berkepanjangan atau adanya gelombang kedua.

"Hal ini (gelombang pertama berkepanjangan atau gelombang kedua) memicu diambilnya langkah penanggulangan lebih ketat," ujarnya, dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Rabu (16/9).

Sawada menambahkan, langkah-langkah yang konsisten dan terkoordinasi untuk mengatasi pandemi menjadi sangat penting untuk memastikan pemulihan kawasan Asia inklusif dan berkelanjutan. Kususnya dengan memprioritaskan kebijakan untuk melindungi kehidupan dan mata pencaharian masyarakat paling rentan, serta memastikan bahwa orang dapat kembali bekerja dan memulai kembali kegiatan usahanya dengan aman.

Sekitar tiga per empat dari perekonomian di kawasan Asia diperkirakan akan mencatat pertumbuhan negatif pada 2020. Tidak terkecuali Indonesia yang diprediksi kontraksi satu persen sampai akhir tahun.

PDB India juga diperkirakan mengalami kontraksi sembilan persen untuk keseluruhan tahun fiskal 2020, sebelum pulih kembali menjadi delapan persen pada 2021. Penyusutan ini sebagai dampak dari terhentinya belanja konsumen dan dunia usaha akibat karatina wilayah.

China menjadi satu dari sebagian kecil perekonomian di Asia yang berhasil melawan tren kemerosotan. Perekonomian Negeri Tirai Bambu diperkirakan akan tumbuh 1,8 persen pada 2020 dan 7,7 persen pada 2021, karena berhasil mengambil langkah-langkah kesehatan masyarakat yang menajdi dorongan bagi ekonomi untuk tumbuh positif.

Berbagai sub-kawasan Asia yang sedang berkembang diperkirakan akan melaporkan pertumbuhan negatif tahun ini, kecuali Asia Timur. Sub kawasan ini diperkirakan tumbuh 1,3 persen tahun ini dan tujuh persen pada 2021. Sejumlah perekonomian yang sangat bergantung pada perdagangan dan pariwisata, terutama di Pasifik dan Asia Selatan, menghadapi kontraksi dua digit tahun ini.

Prakiraan ADB menunjukkan, sebagian besar kawasan Asia yang sedang berkembang akan pulih tahun depan. Kecuali sejumlah perekonomian di Pasifik, termasuk Kepulauan Cook, Federasi Mikronesia, Kepulauan Marshall, Palau, Samoa, dan Tonga.

Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dinilai ADB masih menjadi risiko negatif terbesar terhadap proyeksi pertumbuhan Asia untuk tahun ini dan tahun depan. Untuk mengurangi risiko, berbagai pemerintahan telah memberikan respons kebijakan yang sangat luas.

Di antaranya, paket dukungan kebijakan, terutama dukungan pendapatan, dengan anggaran mencapai 3,6 triliun dolar AS. Nilai tersebut setara dengan sekitar 15 persen PDB kawasan Asia.

Risiko negatif lainnya timbul dari ketegangan geopolitik. Di antaranya, peningkatan konflik perdagangan dan teknologi antara Amerika Serikat dengan Cina, serta kerentanan keuangan yang dapat diperparah oleh pandemi berkepanjangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement