EKBIS.CO, JOGJAKARTA – Potensi kelautan dan perikanan Indonesia sangat luar biasa. Salah satunya adalah perikanan budi daya. “Perikanan budi daya Indonesia mempunyai peran strategis dalam mewujudkan Indonesia yang sejahtera, maju, adil-makmur, da berdaulat,” kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS.
Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber Rapat Analisis Kebutuhan Data Untuk Percepatan Pembangunan Perikanan Budidaya dan Dukungan Big Data Kelautan Perikanan (KP) di Jogjakarta, Kamis (17/9).
Prof Rokhmin mengungkapkan, sebagai negara kepuluan terbesar di dunia yang 75 persen total wilayahnya berupa laut dan 28 persen wilayah daratnya berupa ekosistem perairan tawar (danau, bendungan, sungai, dan rawa). Indonesia memiliki potensi produksi perikanan budi daya terbesar di dunia. “Potensi perikanan budi daya Indonesia sekitar 100 juta ton/tahun. Namun, hingga kini baru dimanfaatkan sekitar 16 persen,” ujarnya ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu.
Produksi ikan, krustasea, moluska, dan invertebrata (protein hewani) dari perikanan budi daya semakin meningkat overtime mencapai 5,6 juta ton (44,7% total produksi) pada 2018. “Ditambah rumput laut, total produksi perikanan budidaya sebesar 15,8 juta ton atau 67,5% total produksi perikanan Indonesia,” tuturnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Ia lalu menyebutkan contoh, dua di antara produk perikanan budi daya, yakni udang Vanammei dan lobster. “Betapa raksasanya potensi udang Vanammei dan lobster,” kata Rokhmin yang juga ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara).
Di Indonesia, kata dia, ada 3 juta ha lahan pesisir yang cocok untuk budi daya udang Vanammei. “Sebagai contoh, dalam lima tahun dikembangkan 0,5 juta ha (17%) untuk budi daya intensif udang Vanammei. Padat tebar: 60 PL (benur)/m2. Produktivitas: 40 ton/ha/tahun. Produksi: 500.000 ha x 40 ton/ha/th = 20.000.000 ton/th = Rp 20 miliar kg/th. Pendapatan kotor: Rp 20 miliar kg/th x 5 dolar AS/kg = 100 miliar dolar AS/th = Rp 1.350 triliun/th. Ini berarti 50 persen APBN 2018 atau 10 persen pertumbuhan ekonomi (PDB).
“Pendapatan bersih budi daya udang Vanammei Rp 15 juta/ha/bulan. Lapangan kerja on-farm: 500.000 ha x 4 orang/ha = 2 juta orang. Lapangan kerja off-farm: 500.000 ha x 6 orang/ha = 3 juta orang. Ini merupakan potensi raksasa,” papar Rokhmin yang kini menjabat koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020-2024.
Begitu pula dengan potensi budidaya lobster. “Luas lahan marikultur sangat luas, 12,3 juta hektar dan potensi pengembangan yang besar, karena tingkat pemanfaatan lahan marikultur hanya 2,25 persen,” ujarnya.
Ia menambahkan, lobster adalah komoditas unggulan perikanan budidaya bernilai ekonomis tinggi yang akan didorong sebagai sumber devisa negara. “Sebanyak 50 persen dari potensi benih di manfaatkan untuk budidaya, dengan nilai Rp 444,6 triliun,” tuturnya.
Potensi pasar lobster, kata Rokhmin, tersedia untuk ekspor (China, Korea Selatan, Singapore, dan Jepang) dan domestik dengan dikemas sebagai makanan olahan serta wisata kuliner.
Ia menegaskan, sumber daya benih lobster di Indonesia sangat melimpah. “Indonesia memiliki sumberdaya benih lobster pasir (Panulirus homarus) dan lobster mutiara (Panurilus ornatus) yang melimpah. “Potensinya mencapai 12,35 miliar per tahun,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan, budidaya lobster adalah village-based industry, artinya sesuai dengan karakteristik usaha dan kemampuan teknis masyarakat pesisir, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang besar. “Lebih kurang 9,2 juta pembudidaya,” ujar Prof Rokhmin Dahuri.