EKBIS.CO, JAKARTA -- Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN) Raden Pardede menyebutkan, reformasi sektor keuangan sangat dibutuhkan Indonesia, meskipun sedang dalam kondisi tekanan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, sektor tersebut memiliki dinamika yang cepat dan signifikan, terutama pada masa krisis kesehatan sekarang.
Raden mengakui, banyak kritik yang mempertanyakan urgensi reformasi keuangan saat ini. Ia menekankan, reformasi justru harus dilakukan saat ini agar ekonomi bisa kembali ke pertumbuhan semula, bahkan lebih baik. Khususnya untuk memulai kebiasaan baru pasca pandemi Covid-19 kelak.
"Kalau terlambat, maka yang terjadi adalah kita tertinggal banyak negara saingan," tuturnya dalam Webinar Arah Kebijakan Pemerintah: Keseimbangan Antara Kesehatan Dan Ekonomi, Rabu (23/9).
Raden menilai, pembahasan reformasi sektor keuangan yang sudah dimulai sekarang dapat membuat sektor keuangan berdiri lebih tegak dibandingkan beberapa waktu terakhir.
Urgensi itu semakin tinggi mengingat penyebaran virus corona kini sudah berpengaruh terhadap sektor riil. Banyak dunia usaha yang mengalami tekanan dan melakukan restrukturisasi kredit. Raden menyebutkan, langkah ini berpotensi menyebabkan adanya kemungkinan peningkatan kredit macet (Non Performing Loan) pada tahun-tahun mendatang.
Apabila kredit macet sudah naik, Raden mengatakan, sektor keuangan dapat terkena dampaknya dalam jangka pendek maupun panjang. "Oleh karena itu, kita lakukan persiapannya sekarang," ucapnya.
Apabila pembahasan reformasi keuangan diundur hingga menemukan persoalan baru, Raden cemas, sektor keuangan sudah terlambat untuk direformasi. Dampaknya, Indonesia bisa semakin tertinggal dan krisis yang terjadi bisa membekas sangat dalam pada ekonomi domestik.
Saat ini, isu penguatan di berbagai sisi dari sektor keuangan terus dilakukan. Raden mengatakan, penguatan ini bertujuan agar seluruh jaring-jaring pada sektor keuangan bisa ‘terjahit’ dengan rapi, sehingga tidak ada yang ‘bocor’. Misalnya, untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan permodalan.
Pemerintah memang belum menentukan secara detail bentuk reformasi keuangan, karena masih dalam tahap pembahasan. Tapi, satu hal yang Raden pastikan, usulan mengenai dewan moneter merupakan inisiatif dari DPR, bukan pemerintah.
"Pemerintah tidak ada rencana itu. Kita ingin tetap mempertahankan independensi (Bank Indonesia, red)," katanya.
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Reza Yamora Siregar mengatakan, reformasi keuangan yang kini sedang dibahas merupakan upaya untuk ‘mengejar’ dinamika di sektor keuangan. Pasalnya, regulasi eksisting selalu lebih lambat berjalan dibandingkan fluktuasi pada sektor keuangan.
Reza menuturkan, hal ini sudah terlihat pada krisis 1997 maupun 2008. Dinamika sektor keuangan selalu berjalan lebih cepat dibandingkan regulasi. "Ini yang harus diperkuat, bagaimana regulasi bisa antisipasi perubahan di sektor keuangan," ucapnya, dalam kesempatan yang sama.