EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan dalam kondisi stabil di tengah upaya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Terciptanya stabilitas sektor keuangan sebagai hasil nyata serangkaian kebijakan stimulus fiskal dan moneter yang bersifat preemptive.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan OJK telah mengerahkan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas pasar modal serta meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal dan UMKM serta pelaku usaha lain. Adapun kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan pelaku pasar.
“Relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit oleh OJK diiringi kebijakan pemerintah lewat subsidi bunga dan penempatan dana pemerintah pada bank umum. Bank Indonesia pun telah menurunkan suku bunga acuan serta quantitative easing lain,” ujarnya dalam keterangan tulis, Kamis (24/9).
Menurutnya OJK akan melanjutkan relaksasi restrukturisasi langsung lancar dan penetapan restrukturisasi hanya satu pilar sebagaimana diatur dalam POJK 11/2020 yang seiring dan sinergis dengan kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia.
“OJK konsisten memperkuat pengawasan terintegrasi untuk dapat mendeteksi lebih dini potensi risiko terhadap stabilitas sektor jasa keuangan dan juga mendukung terlaksananya program PEN secara menyeluruh guna mengakselerasi pemulihan ekonomi,” ucapnya.
Tercatat hingga 7 September 2020, nilai restrukturisasi kredit perbankan senilai Rp 884,5 triliun dari 7,38 juta debitur. Keringanan kredit itu dinikmati sebanyak 5,82 juta pelaku UMKM dengan nilai Rp 360,6 triliun sedangkan sebanyak 1,56 juta non UMKM memperoleh keringanan kredit senilai Rp 523,9 triliun.
Kemudian realisasi restrukturisasi perusahaan pembiayaan senilai Rp 166,94 triliun dari 4,55 juta kontrak pembiayaan dari perusahaan pembiayaan. OJK juga memantau pengelolaan penempatan dana pemerintah ke perbankan umum baik di kelompok Himbara sebesar Rp 30 triliun maupun kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp 11,5 triliun.
Tercatat hingga 14 September 2020, realisasi penyaluran kredit atas penempatan dana Bank Himbara senilai Rp 119,8 triliun kepada 1,5 juta debitur. Sedangkan kelompok BPD, hingga 16 September 2020 tercatat kredit yang telah tersalurkan senilai Rp 7,4 triliun.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Agustus 2020 masih terjaga pada level yang manageable dengan rasio Non Performing Loan (NPL) gross tercatat stabil sebesar 3,22 persen dan rasio NPF sebesar 5,2 persen. Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.
Selanjutnya likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Per 16 September 2020, rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid atau Dana Pihak Ketiga (DPK) terpantau pada level 143,16 persen dan 30,47 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Permodalan Lembaga jasa keuangan juga terjaga stabil pada level yang memadai. Dari sisi Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Umum Konvensional (BUK) tercatat sebesar 23,16 persen serta risk-based capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506 persen dan 330 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan pada September 2020 mencatat perekonomian global dan domestik secara perlahan mulai menunjukkan signal perbaikan. Hanya saja, ketidakpastian di pasar keuangan terpantau meningkat didorong, antara lain, oleh penyebaran Covid-19 di beberapa negara yang kembali meningkat serta tensi geopolitik yang meningkat akibat memanasnya kembali perang dagang Amerika Serikat-Tiongkok dan ketidakpastian Brexit.
Meningkatnya ketidakpastian tersebut mendorong kenaikan volatilitas di pasar keuangan global dan domestik selama September 2020. Hingga 18 September 2020, pasar saham dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) melemah dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun sebesar 3,42 persen mtd dan yield rata-rata SBN naik sebesar 4,9 bps sepanjang September 2020.
Pelemahan pasar saham dan SBN tersebut turut didorong aksi investor asing yang mencatatkan outflow sebesar Rp 169,22 triliun sejak awal 2020 hingga bulan ini. Investor asing tercatat melakukan net sell di pasar saham dan SBN masing-masing sebesar Rp 11,67 triliun dan Rp 9,63 triliun pada September serta net sell saham Rp 39,67 triliun dan SBN Rp 129,55 triliun sejak awal tahun.
Hingga 22 September 2020, jumlah penawaran umum baik saham maupun surat utang mencapai 132 dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp 84,90 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 45 dilakukan oleh emiten baru. Sedangkan dalam pipeline saat ini masih terdapat 39 emiten yang akan melakukan penawaran umum (saham dan obligasi) dengan total penawaran diperkirakan senilai Rp 17,34 triliun.