EKBIS.CO, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah mewajibkan penggunaan B30 pada semua sektor juga termasuk alat berat pertambangan ternyata tak berjalan mulus. Banyak pelaku usaha pertambangan merasa lebih boros dengan memakai B30.
Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), Bambang Tjahjono menjelaskan salah satu yang membuat boros karena umur filter kendaraan alat berat yang memakai bahan bakar B30 menjadi lebih pendek. Ia menjelaskan penggantian bisa dilakukan 4 hingga 5 kali hingga filter benar-benar bersih.
"(Juga) Ada masalah dengan harga, ada periode tertentu di saat harga sawit masih tinggi sehingga pemerintah memberlakukan harga mengikuti solar," ungkap Bambang dalam diskusi virtual, Kamis (24/9) malam.
Bambang melanjutkan dengan penggunaan B30 maka konsumsi bahan bakar akan lebih tinggi ketimbang menggunakan solar. Pasalnya energi yang dihasilkan dari B30 masih rendah ketimbang energi dari solar.
Bambang melanjutkan, upaya yang mungkin dilakukan yakni lewat pengembangan greendiesel. Menurutnya pihak swasta dapat diberikan kesempatan untuk turut serta mengembangkan biodiesel. "Dampak negatif karakteristik dalam FAME tidak ditemukan di greendiesel tapi harga masih mahal Rp 14.000 per liter," ujar Bambang.
Sementara itu, Direktur Teknik Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Lana Satria menuturkan saat ini kegiatan pertambangan masih menggunakan 100 persen solar sebagai bahan bakar.
"Ini menjadi angin segar bagi industri minyak, sementara ada target penurunan konsumsi minyak bumi dari 33,58 persen di 2019 menjadi 25 persen di 2025," kata Lana dalam kesempatan yang sama.
Lana melanjutkan, sesuai arahan presiden perlu ada pemanfaatan bahan bakar nabati terlebih Indonesia sebagai penghasil sawit terbesar di dunia.