EKBIS.CO, JAKARTA -- Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan bisa lebih maksimal dalam mendorong dunia perasuransian yang sehat dan transparan. Laporan manajemen risiko secara berkala dari OJK tak cukup mewujudkan industri asuransi yang sehat tanpa diimbangi pengawasan yang optimal.
Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, pasar industri asuransi di Indonesia sampai saat ini tergolong prospektif lantaran minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi. "Sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan edukasi produk asuransi," ujar Irvan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika di Jakarta, Senin (28/9).
Irvan mengungkapkan, lemahnya sisi pengawasan tecermin dalam sejumlah kasus yang menimpa perusahaan asuransi, seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Jiwasraya berkasus akibat produk saving plan yang membust ekuitas perusahaan minus Rp 36 triliun dan belum terbayarnya klaim para nasabah.
Selain Jiwasraya, Irvan juga menyebut belum terbayarnya 8.900 nasabah dan 11.000 polis dengan total nilai mencapai Rp 6,4 triliun oleh asuransi jiwa Grup Kresna serta kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life) yang sudah tidak melakukan pencairan polis jatuh tempo sejak Februari 2020 dan tidak membayar Manfaat Tunai 50 persen sejak Maret 2020 sampai saat ini.
Irvan juga menyebut banyak perusahaan yang kurang prudent dalam membuat hingga mengelola produk asuransi, terutama untuk jenis unit link. Menurut Irvan, banyak perusahaan yang justru salah kaprah dalam memasarkan produk asuransi lantaran lebih memprioritaskan peluang investasi daripada manfaat proteksi.
Irvan menyampaikan unit link merupakan salah satu jenis produk asuransi yang memiliki risiko dari yang rendah hingga tinggi. Irvan mendorong masyarakat memahami hal tersebut sebelum membeli produk asuransi. Irvan menilak perusahaan harus menyampaikan risiko produk dan masyarakat juga harus memahami risiko dari produk tersebut.
"Yang menjadi persoalan orang menganggap unit link akan memberikan keuntungan besar di akhir masa polis karena pergerakan investasi bisa naik atau turun sesuai dengan pasar modal," kata Irvan menambahkan.