EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan penyebab pertumbuhan penyaluran kredit hingga Agustus 2020 masih rendah yang mencapai 1,04 persen dari Rp 5.465 triliun pada periode sama tahun 2019 menjadi Rp 5.521,9 triliun.
"Penurunan (kredit) terjadi pada Januari sampai Juni karena waktu itu kondisinya betul-betul sangat tertekan, aktivitas masyarakat dan dunia usaha betul-betul turun," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, upaya mendorong pertumbuhan kredit yang dilakukan pada Juli-September 2020 bahkan belum mampu mengkompensasi kontraksi yang terjadi pada semester pertama tahun ini.
Meski secara tahunan (year on year/yoy) penyaluran kredit tumbuh positif 1,04 persen, namun dalam tahun berjalan dari akhir 2019 hingga Agustus 2020 (year to date/ytd), realisasi penyaluran kredit menurun atau kontraksi menjadi minus 1,69 persen.
Penurunan itu, kata dia, karena melemahnya penyaluran kredit baru oleh bank umum swasta nasional yang kontraksi mencapai minus 3,83 persen dari Rp 2.297,8 triliun pada Desember 2019 menjadi Rp 2.209,7 triliun pada Agustus 2020.
Wimboh menambahkan penyaluran kredit di bank persero secara tahunan tumbuh positif 3,05 persen dari Rp2.338,1 triliun pada Agustus 2019 menjadi Rp2.409,4 triliun pada Agustus 2020. Sedangkan secara tahun berjalan (ytd), penyaluran kredit di bank persero minus 0,88 persen dari Rp 2.430,8 triliun pada Desember 2019 menjadi Rp 2.409,4 triliun.
Penyaluran kredit di Bank Pembangunan Daerah (BPD) mencatatkan kinerja cukup baik di tengah pandemi baik secara tahunan (yoy) maupun tahun berjalan yang masing-masing tumbuh 6,86 persen dan 1,70 persen. Sementara itu berdasarkan jenis penggunaanya, kredit modal kerja mengalami kontraksi, sedangkan kredit investasi tumbuh positif.
Wimboh menuturkan penurunan kredit modal kerja pada Agustus 2020 itu disebabkan penurunan baki debet dari debitur besar. OJK mencatat dari 100 debitur besar, 74 di antaranya mengalami penurunan baki debet total Rp 61,2 triliun (ytd) dengan debitur korporasi yang baki debetnya turun paling besar yakni PLN sebesar Rp 7,2 triliun, Gudang Garam Rp 5,3 triliun. Kemudian, Wilmar Nabati dan Petrokimia Gresik masing-masing Rp4,9 triliun dan Indofood Sukses Makmur sebesar Rp4,4 triliun.