EKBIS.CO, JAKARTA -- Industri sawit tak hanya menjadi penopang devisa negara saat ini. Industri sawit juga berperan penting dalam laju pertumbuhan bauran energi di Indonesia.
Saat ini pemerintah menargetkan 25 persen porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi. Sejauh ini, kontribusi terbesar disumbang oleh biodiesel.
Direktur Utama (Dirut) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman menjelaskan sejak mandatori biodiesel, industri sawit sudah menyumbangkan eksistensinya dalam pasokan FAME yang merupakan campuran utama dari biodiesel.
"Industri sawit punya peranan penting dalam mendorong energi baru terbarukan di Indonesia. Saat ini produk biodisel bahkan bisa menekan angka ketergantungan impor solar. Ini bisa menghemat devisa," ujar Eddy, Ahad (23/10).
BPS mencatat dengan program biodiesel sepanjang semester I, impor minyak bisa ditekan sampai 11,73 persen atau 10,33 juta ton. Nilai impor hasil minyak juga merosot dari 39,3 persen menjadi 1,98 miliar dolar AS.
Meski tak bisa ditampik, program mandatory biodiesel ini tak bisa berjalan mulus tanpa peran BPDPKS. Sebab, sebenarnya program mandatory ini tak bisa sampai ke masyarakat karena persoalan harga bahan baku FAME. BPDPKS mengaku jika memang tidak ada subsidi dari pungutan ekspor yang dilakukan BPDPKS, maka harga jual biodiesel ini jauh lebih tinggi daripada solar.
Plt Kadiv Pemungutan Biaya dan CPO, Fajril Amirul menjelaskan jika program biodiesel ini dihadapkan pada solar, maka sebenarnya harga jual akan menjadi masalah. "Harga ini yang jadi masalah. Kalau gak ada BPBD lalu beban itu ke masyarakat maka gejolaknya besar," ujar Fajril.
Ketua Harian Aprobi, Paulus Tjakrawan juga mengakui para pengusaha sawit mendukung penuh program biodiesel ini. Selain memang bisa menekan angka impor, disatu sisi program ini juga bisa membantu para perusahaan sawit untuk bisa meningkatkan serapan produk hasil sawit.
Ia menjabarkan bahwa kondisi pasokan saat ini surplus. Apalagi masalah pelarangan penggunaan produk sawit di beberapa negara menyebabkan kondisi produksi dalam negeri berlebih dan menyebabkan harga anjlok.
"Kami tentu tak bisa menampik kondisinya saat ini pasokan sangat berlebihan. Namun dengan program ini setidaknya bisa meningkatkan serapan dalam negeri," ujar Paulus.
Paulus mencatat saat ini produksi nasional sebesar 48 juta metrik ton CPO. Padahal konsumsi dalam negeri di luar program biodiesel hanya 9 sampai 11 juta metrik ton. Dengan adanya program ini setidaknya serapan domestik bisa bertambah.
"Sekarang produksi kita itu 68 juta kiloliter FAME. Padahal kita cuman pakai 15 juta. Kebutuhan dalam negeri hanya 10 juta," ujar Paulus.
Ia pun mendukung penuh upaya pemerintah untuk bisa terus mengembangkan produk biodiesel ini dengan meningkatkan komposisi FAME dalam campuran. Harapannya, maka serapan dalam negeri akan terus bertambah. Disatu sisi, angka ketergantungan impor minyak mentah juga bisa semakin rendah dan pada saatnya indonesia bisa terbebas dari ketergantungan impor minyak mentah.
"Ini bisa terus dijalankan dan ditingkatkan. Setelah kami hitung dan lihat ini harus tetap jalan, Untuk kepentingan kita bersama," ujar Paulus.