Rabu 04 Nov 2020 13:52 WIB

Pemerintah Dinilai Perlu Segera Bentuk Pusat Satu Data UMKM

Masalah UMKM di Indonesia selama ini yaitu sulit naik kelas.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Perajin menyelesaikan pembuatan kursi rotan di Kapetakan, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (10/10/2020). Pemerintah dinilai perlu segera merealisasikan pembentukan pusat satu data Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan ekosistem digital.
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Perajin menyelesaikan pembuatan kursi rotan di Kapetakan, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (10/10/2020). Pemerintah dinilai perlu segera merealisasikan pembentukan pusat satu data Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan ekosistem digital.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Pemerintah dinilai perlu segera merealisasikan pembentukan pusat satu data Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan ekosistem digital. Hal itu sebagai pintu masuk untuk pemberdayaan dan mendorong pelaku usaha supaya dapat naik kelas guna mempercepat permulihan ekonomi di sektor tersebut.

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, pembentukan pusat satu data merupakan langkah tepat. Tujuannya, membangun ekosistem UMKM supaya jauh lebih sehat dan terawasi setiap perkembangan dan pertumbuhan usahanya. 

Baca Juga

“Membuat satu data bagi sektor usaha mikro, merupakan sebuah terobosan yang sangat dibutuhkan oleh pelaku UMKM. HK itu karena, dapat membantu kebutuhan dan persoalan-persoalan yang dihadapi UMKM dalam menumbuh kembangkan usahanya,” jelas dia melalui keterangan resmi, Rabu (4/11).

Menurut Enny, masalah UMKM di Indonesia selama ini yaitu sulit naik kelas. Hampir 99 persen tidak ada perubahan komposisi dari sektor ultra mikro, kecil, dan menengah. “Selama ini ada beberapa persoalan klasik yang melingkupi mereka, kemampuan tidak bisa naik kelas itu artinya kan tidak berkembang, stagnan, usaha hanya untuk bertahan saja,” tuturnya. 

Meski begitu, kata dia, ada beberapa yang berkembang, tapi mereka tetap berada di sektor UKM karena fasilitas yang tersedia, sebagian besar diberikan ke usaha skala besar. “Akibatnya UMKM  selalu tertinggal terus. Contohnya, pembiayaan KUR hanya bagi UKM, sementara yang besar dapatnya insentif fiskal, kemudahan ekspor dan impor," kata Enny. 

Dia menilai, hal itu perlu dievaluasi, kebijakan pemerintah pun perlu dipetakan kembali. Termasuk salah satu yang diusulkan yakni melakukan redefinisi UKM dan Industri Kecil Menengah (IKM).

“Kalau sekarang definisinya UKM di skala Rp 5 miliar. Padahal untuk beli peralatan teknologi tinggi atau modal kerja saja sudah tidak mencukupi. Saat ini sedang disusun kebijakan turunan Omnibus Law, terkait kategori UMKM dan ultra mikro," ujar dia. 

Ia menambahkan, masalah lain yang membuat UMKM sulit naik kelas yaitu akses yang terbatas, seperti pembiayaan dan pasar. “Karena tidak ada satu pusat data UMKM, sehingga yang mendapatkan akses pembiayaan seringkali dia lagi, dia lagi. Akses pasar juga begitu terkooptasi, karena dikuasai satu jaringan konglomerasi besar. Sehingga meski mereka dapat subsidi bunga dan bisa berproduksi, kalau pasar terbatas KO (knock out) juga, tidak bisa berkembang, ini harus dilakukan perubahan ke depannya," tutur Enny. 

Menurutnya, UMKM ini serba terbatas. Maka harus dibangun ekosistem yang bisa dimulai dengan adanya pusat satu data mengenai UMKM. 

“Misal, BRI sudah kasih pembiayaan, nanti siapa yang bantu akses pemasarannya, kemudian akses untuk meningkatkan mutu. Minimal membuat kemasan yang baik untuk UMKM kita gar tidak kalah bersaing," jelasnya. 

Enny menilai, pembentukan pusat satu data di sektor ultra mikro pernah disampaikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Pembuatan satu data ini bertujuan mengintegrasikan ekosistem yang ada. 

“Istilahnya, jangan hanya berikan masyarakat kecil kail, karena percuma jika ikannya tidak ada. Makanya, harus dikasih juga ikannya. Lalu bagaimana agar ikannya tidak langsung digoreng? Berilah kolam agar hidup dan berkembang. Nah, pusat data ini menjadi pintu membuat kolam atau iklim usaha yang sehat bagi UMKM," papar Enny.

Dirinya pun mengapresiasi Kementerian BUMN  berkomitmen mendukung para pelaku ultra mikro dan UMKM. Hal itu melalui tiga aspek utama yaitu infrastruktur, pendanaan, dan akses pasar.  

Sebelumnya Erick mengatakan, terkait pendanaan, pihak kementerian akan terus meningkatkan aksesnya melalui sinergi antar BUMN seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Pegadaian (Persero), dan PNM dijadikan satu data bagi sektor usaha mikro (Umi). Menurut Enny, selama ini sudah banyak komitmen BUMN kepada UMKM seperti Pertamina, dan BUMN besar lainnya. 

Namun bentuknya masih sebatas binaan yang disalurkan melalui corporate social responsibility (CSR), seperti misalnya bantuan pendanaan, sarana dan prasarana, bukan infrastruktur. Padahal seharusnya BUMN bersinergi dan menyiasati dukungan untuk UMKM dapat naik kelas dengan membangun teknologi digital dan ekosistemnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement