Senin 16 Nov 2020 01:12 WIB

Kementan Waspadai Potensi Kenaikan Harga Tiga Komoditas

Harga bawang putih di pasar tradisional pada November terus naik hingga Rp 26 ribu/kg

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Kementerian Pertanian menyatakan terdapat tiga komoditas yang perlu diwaspadai lantaran memiliki kecenderungan kenaikan harga. Tiga komoditas itu yakni beras medium, minyak goreng, dan bawang putih.
Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Kementerian Pertanian menyatakan terdapat tiga komoditas yang perlu diwaspadai lantaran memiliki kecenderungan kenaikan harga. Tiga komoditas itu yakni beras medium, minyak goreng, dan bawang putih.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kementerian Pertanian menyatakan terdapat tiga komoditas yang perlu diwaspadai lantaran memiliki kecenderungan kenaikan harga. Tiga komoditas itu yakni beras medium, minyak goreng, dan bawang putih.

Kepala Bidang Harga Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Inti Pertiwi, menuturkan, komoditas pertama yang memiliki tren kenaikan harga yakni beras medium. Kendati demikian ia menilai kenaikan yang terjadi pada akhir tahun ini tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya.

"Sekarang beras medium masih ada yang dihargai sekiar Rp 9.000 per kg, tahun lalu sudah diatas Rp 10 ribu per kg," kata Inti kepada Republika.co.id, Ahad (15/11).

Ia menuturkan, harga beras medium tertinggi sebesar Rp 9.700 per kg. Sebagai catatan, harga eceran tertinggi (HET) beras sebesar Rp 9.450 - Rp 10.250 per kg tergantung wilayah.

Menurut Inti, terdapat kecenderungan kenaikan dari hari-hari sebelumnya namun di bawah 1 persen. Menurut dia, rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan kenaikan harga lebih terkendali. Hal itu didukung dengan kegiatan produksi yang tidak terganggu sehingga pasokan tetap stabil.

Adapun untuk beras premium, Inti mengatakan cenderung stabil. Fluktusi harga beras lebih dirasakan untuk jenis medium maupun luar kualitas. Sebab menjadi beras yang paling banyak dicari masyarakat. Inti mengatakan, masih adanya produksi hingga akhir tahun dipastikan ketersediaan beras mencukupi dan tidak terjadi lonjakan harga dalam negeri.

Selanjutnya, komoditas yang paling menjadi konsentrasi saat ini yakni minyak goreng curah. Inti menjelaskan, harga minyak goreng terus mengalami kenaikan hingga Rp 13 ribu per kg. Padahal, HET minyak goreng seperti diatur pemerintah yakni Rp 11 ribu per liter.

"Minyak goreng naik terus bahkan sudah Rp 12 ribu per liter di beberapa provinsi sudah ada yang Rp 13 ribu per liter," katanya.

Inti mengatakan telah bertemu dengan produsen kelapa sawit serta industri makanan dan minuman. Menurut dia, para produsen mengaku volume produksi tetap dalam kondisi normal. Namun, terjadi kenaikan harga minyak sawit. Kenaikan itu pun terjadi secara global sehingga sulit untuk diintervensi.

Kendati demikian, Inti mengatakan pemerintah telah meminta agar para industri tetap berupaya menjaga harga dalam negeri. Terlebih, permintaan dalam negeri juga tidak mengalami kenaikan signifikan.

Adapun komoditas ketiga yang mulai mengalami kenaikan yakni bawang putih. Inti menjelaskan, harga bawang putih di pasar tradisional pada Agustus lalu masih di kisaran Rp 20 ribu per kg. Namun, memasuki November harga terus naik hingga Rp 26 ribu per kg.

"Per hari ini (Ahad) harga naik 2 persen dari kemarin. Ini harus diantisipasi dan dievaluasi," katanya.

Ia menuturkan, rerata kebutuhan bawang putih per bulan sekitar 50 ribu ton atau 600 ribu ton dalam setahun. Mayoritas kebutuhan masih dipenuhi oleh impor. Oleh sebab itu, setidaknya importasi bawang putih minimal harus sesuai dengan kebutuhan penuh nasional agar tidak terjadi gejolak.

Inti pun menegaskan Kementerian Pertanian lewat Direktorat Jenderal Hortikultura telah menerbitkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih. Karenanya, Kementerian Perdagangan harus menindaklanjuti dengan penerbitan Surat Persetujuan Impor (SPI) demi tercukupinya kebutuhan dalam negeri.

Pemerintah juga mewanti-wanti para importir agar tidak melakukan penimbunan. Sebab awal tahun 2020 masalah kelangkaan bawang putih kembali terjadi. Inti mengatakan, praktik penimbunan sangat memungkinkan terjadi dan disengaja oleh para mafia pangan yang ingin mendapatkan untung dari naiknya harga dalam negeri.

"Sudah terlihat dari indikator harga, semakin naik berarti ada yang terganggu," kata Inti. 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement