EKBIS.CO, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, negara ini harus dapat mengambil berbagai peluang dari adanya perjanjian Regional Comprehensinve Economic Partnership Agreement (RCEP). Sebab, Indonesia bersaing dengan negara anggota RCEP lainnya.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, secara khusus reformasi birokrasi dan reformasi kebijakan ekonomi di Indonesia harus cukup signifikan meningkatkan ease of doing business (EODB) pada level praktis di Indonesia. Ini berbanding dengan berbagai negara pesaing di kawasan.
Upaya pembenahan supply chain domestik pun perlu dilakukan secara lebih serius sambil menghormati komitmen keterbukaan ekonomi dalam RCEP. "Dengan keberadaan RCEP, EODB Indonesia paling tidak harus selevel atau lebih baik dari EODB negara-negara pesaing di kawasan agar investasi global dan investasi RCEP mengalir ke Indonesia, bukan ke negara pesaing," ujar Shinta saat dihubungi Republika.co.id, Senin (16/11).
Dalam konteks perdagangan, kata dia, Indonesia harus lebih cermat dan lebih pintar mendukung produktivitas, efisiensi, serta daya saing produk nasional yang bersaing dan yang kurang bersaing di kawasan pada pascapandemi. Ia menyebutkan, RCEP memberikan keuntungan eksplisit bagi plant-based fibers, kertas, bahan kimia, karet, plastik, produk mineral dan logam, produk perkayuan, makanan, dan jasa energi (listrik dan gas) untuk masuk lebih dalam ke dalam global supply dan value chain.
"Pemerintah Indonesia perlu terus-menerus memastikan iklim usaha di sektor-sektor tersebut tetap bersaing di kawasan agar produktifitas dan efisiensi. Kemudian keunggulan daya saing ekspor nasional dari sektor dan produk tersebut di kawasan bisa terus dipertahankan," tuturnya.
Pada saat sama, kata Kadin, RCEP menciptakan persaingan lebih tinggi bagi sektor telekomunikasi, teknologi informasi, dan sektor padat karya nasional seperti sektor garmen, sepatu, dan otomotif. Maka pemerintah Indonesia perlu meningkatkan daya saing iklim investasi pada sektor-sektor tersebut supaya potensi investasi RCEP terarah demi meningkatkan daya saing sektor ekonomi dan produk ekspor nasional yang masih kurang bersaing di kawasan agar tidak mati, bukannya menciptakan proteksi yang kontraproduktif terhadap peningkatan daya saing, produktifitas dan efisiensi industri dalam negeri.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga ditantang lebih agresif menggunakan manfaat akses pasar yang diciptakan dalam perjanjian RCEP. Hal itu demi menjamin peningkatan ekspor nasional lebih tinggi dari impor dan defisit perdagangan pasca RCEP bisa diminimalisir atau dihilangkan.
"Untuk itu, kami berkomitmen penuh mendukung seluruh proses structural adjustment di dalam negeri. Kami juga akan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia menyosialisasikan dan mengedukasi eksportir dan pelaku usaha nasional untuk memaksimalkan penggunaan RCEP oleh pelaku usaha Indonesia di masa mendatang," tegas Shinta.