EKBIS.CO, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah untuk meninjau ulang kenaikan tarif pungutan ekspor sawit. Kebijakan ini akan mulai berlaku 10 Desember 2020.
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Gapki, Agam Faturrochman, mengatakan, banyak pelaku usaha yang mengaku kaget dengan kebijakan tersebut. Pasalnya, harga minyak sawit baru saja mengalami kejatuhan yang dalam dan banyak upaya agar harga kembali naik.
Namun, di saat harga mulai naik tinggi, pemerintah justru turut menaikkan pungutan ekspor di saat perusahaan ingin mengambil kompensasi atas kejatuhan harga sebelumnya. "Mohon ditinjau ulang aturan pungutan ekspor ini, kami juga sarankan bea keluar tidak perlu dipungut," kata Agam di Jakarta, Selasa (8/12).
Ia mengatakan, pelaku usaha yang menyampaikan aspirasi mengenai aturan tersebut utamanya mereka yang hanya memproduksi minyak mentah dan bukan pelaku ekspor. Pasalnya menurut Agam, kebijakan itu akan mempengaruhi usaha para produsen minyak sawit sekaligus petani.
Pemerintah resmi menaikkan dana pungutan ekspor sawit sesuai pergerakan harga terhitung mulai 10 Desember 2020. Selanjutnya setiap kenaikan harga turut diikuti dengan kenaikan tarif pungutan.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah, mengatakan, penyesuaian harga tersebut merupakan tindak lanjut dari tim pengarah yang terdiri dari Kemenko Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Bappenas, serta Kementerian ATR.
"Dasar penyesuaian harga adalah tren positif harga CPO dan untuk keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pengembangan industri sawit nasional," kata Musdalifah.