EKBIS.CO, JAKARTA -- Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyebutkan, pandemi Covid-19 mendorong peran sektor keuangan sosial menjadi semakin penting dalam ekonomi dan pembangunan. Khususnya terhadap sektor zakat dan wakaf.
Kepala PEBS FEB UI Rahmatina A Kasri menyebutkan, pengumpulan dana zakat, infak, dan sedekah (zis) menunjukkan tren positif meskipun di tengah pandemi Covid-19. "Pertumbuhannya 26,1 persen dibandingkan tahun lalu," ucap Rahmatina dalam Webinar dan Peluncuran Buku Indonesia Sharia Economic Outlook (ISEO) 2021, Sabtu (12/12).
Bahkan, Rahmatina menyebutkan, pandemi Covid-19 telah 'melahirkan' muzakki baru. Berdasarkan wawancara dengan pemangku kepentingan terkait, PEBS FEB UI menemukan, banyak orang yang belum pernah membayar zakat terdorong melakukannya pada masa pandemi. Sebagian di antaranya merupakan milenial yang memanfaatkan layanan keuangan digital.
Dari berbagai perkembangan, baik kondisi ekonomi nasional ataupun pengelolaan zakat di Indonesia, PEBS FEB UI memproyeksikan pengumpulan zakat pada tahun depan berada di rentang Rp 13,8 triliun hingga RP 15 triliun. Penyaluran terutama ditujukan untuk bidang sosial kemanuisiaan dan ekonomi.
Rahmatina mengatakan, potensi penyetoran zakat tidak terlepas dari meningkatnya kesadaran beragama, termasuk pada masa pandemi. Selain itu, adanya peningkatan adaptasi teknologi digital oleh lembaga amil akat (LAZ) kian memudahkan masyarakat dalam menyalurkan zakat.
Tapi, masih ada beberapa tantangan yang harus segera diantisipasi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait. Misalnya, ekonomi dan pendapatan nasional yang melemah dan masih rendahnya tingkat literasi zakat.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) zakat yang masih rendah pun disebutkan Rahmatina masih jadi pekerjaan rumah untuk mengakselerasi penyaluran zakat. "Regulasi belum optimal juga masih menjadi tantangan, meskipun dukungan pemerintah dan kelembagaan sudah membaik," ungkap dia.
Tidak hanya zakat, PEBS FEB UI juga menilai potensi wakaf seiring dengan pengembangan produknya yang semakin gencar. Saat ini, wakaf di Indonesia masih didominasi oleh wakaf tanah dengan pengelolaan tradisional dan peruntukkan sosial keagamaan. Kualitas pengelola wakaf (nazir) untuk mengelola wakaf pun masih terbatas dengan literasi wakaf masyarakat yang relatif rendah.
Rahmatina menilai, fokus wakaf ke depan akan lebih banyak pada wakaf tunai (wakaf uang dan wakaf melalui uang). Dengan semakin gencarnya program wakaf, maka harta wakaf yang dikelola akan semakin meningkat besaran dan dampaknya.