Managing Director, Head of Equity Capital Market PT Samuel International Harry Su mengatakan LPI bukan merupakan hal baru. Indonesia pada 2007 pernah memiliki lembaga serupa dengan nama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang akhirnya dilikuidasi pada 2015 karena terbatasnya kemampuan APBN dalam membiayai ekonomi negara. Kemudian, lanjut Harry, Indonesia kembali membentuk LPI pada tahun ini untuk mendongkrak investasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Yang unik pada SWF Indonesia dibentuk fentgan kondisi APBN yang defisit sehingga membuatnya beda dengan SWF banyak negara yang umumnya memiliki surplus," ujar Harry.
Harry mengatakan ada Turki dan India yang membentuk LPI saat kondisi keuangan negara tengah defisit seperti Indonesia. Kata Harry, LPI Indonesia memiliki prospek yang baik setelah pemerintah memberikan setoran dana sekitar Rp 15 triliun.
Harry menyebut ada beberapa negara yang berkomitmen menginvestasikan dana ke LPI Indonesia seperti Amerika Serikat (AS) dan Kanada yang masing-masing sebesar Rp 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 30 triliun, serta Jepang sebesar 4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 60 triliun.
"Pemerintah mengharapkan nantinya SWF dapat mengelola dana hingga 15 miliar dolar AS atau Rp 225 triliun," ungkap Harry.
Harry menilai ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan LPI yang ideal dan dapat diterima pasar, mulai dari pembentukan tim manajemen yang profesional dan tata kelola yang baik hingga memastikan realisasi dana dari investor secara tepat waktu.
"Kondisi keuangan BUMN yang bergerak di sektor infrastruktur juga harus menjadi lebih baik dan juga perlu memberikan dividen menarik bagi para calon investor," kata Harry menambahkan.