EKBIS.CO, JAKARTA -- Ketua Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo), Valentino, mengatakan, para importir bawang putih tengah berupaya mendapatkan dokumen Good Agricultura Practice (GAP) dari para ekspotir bawang di China. Menurutnya, para importir bahkan tengah saling berebut untuk mendapatkan dokumen tersebut.
Ia menjelaskan, GAP merupakan dokumen yang dibutuhkan untuk memperoleh Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. GAP tersebut harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan di Indonesia, seperti yang diamanahkan oleh UU Pangan Nomor 13 Tahun 2010 tentang keamanan pangan kepada Kementerian Pertanian. Itu agar terjamin kualitas pangan impor dan aman dikonsumsi oleh masyarakat.
"Untuk mendapatkan RIPH, perlu dokumen GAP yang masih memenuhi kapasitas produksinya. Namun, kapasitas GAP setiap eksportir di China itu terbatas," kata Valentino kepada Republika.co.id, Jumat (15/1).
Ia menjelaskan, para importir tengah berebut GAP dari China karena adanya dugaan oknum importir yang memalsukan GAP demi mendapatkan RIPH dengan cepat. "Ini yang menjadi perhatian kami, maka kami sedang mengupayakan antisipasi agar anggota kami memperoleh GAP yang asli dan terakreditasi dari pihak asosiasi eksportir bawanh putih di China dan Pemerintah China yang berwenang atas keaslian GAP," ujarnya.
Valentino menegaskan, selama ini anggota Pusbarindo relatif tidak ada masalah terkait dengan penerbitan RIPH. "Kami terus melakukan upaya komunikasi yang baik dengan Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementan," katanya.
Ia menjelaskan, pada tahun 2020 lalu, penerbitan SPI oleh Kementerian Perdagangan tidak sesuai harapan. Terdapat SPI yang diterbitkan namun dipotong hingga 70 persen, 90 persen, bahkan hingga 95,5 persen dari volume RIPH.