Rencana akuisisi KCI di mana porsi kepemilikan saham akan didominasi oleh MRT Jakarta, yakni 51 persen, sementara itu KAI 49 persen. “Efek ke keuangan sangat banyak. Yang kita takutkan sudah integrasi tapiservice (layanan) tidak berubah,” katanya.
Belum lagi, lanjut Salusra, di masa pandemi ini volume penumpang KA anjlok hingga 80 persen di mana penjualan tiket merupakan sumber utama pendapatan perseroan tersebut.
“Tahun 2021 tidak lebih bagus dan makin terancam semakin banyaknya peraturan membatasi keleluasaan bepergian. Sudah pasti karena itu core business kami. Bahkan mendanai kewajiban pokok tiap bulan pun harus mengambil pinjaman dari luar,” katanya.
Dari sisi landasan hukum, Salusra menjelaskan, dalam arahan rapat terbatas pada 8 Januari 2019, pengelola moda transportasi di Jabodetabek diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta karena memiliki anggaran besar. “Di sini ditekankan dapat, bukan harus,” ujarnya.
Kemudian Kementerian BUMN agar memberikan saham mayoritas di KCI kepada Pemprov DKI atau dengan membentuk perusahaan patungan (joint venture) antara PT KAI dengan Pemrpov DKI mengenai pengelolaan stasiun.
“Tanpa landasan hukum yang kuat, tanpa tinjauan kerangka PSO dan ada kejelasan model bisnis yang clear (jelas), pelaksanaan strategis ini akan sangat sulit.” katanya.